Thailand, Negeri Gajah Putih Yang Tak Pernah Letih
—-
Pariwisata internasional merupakan kontributor utama perekonomian Thailand. Negara Gajah Putih ini sangat terpukul selama pandemi Covid-19. Namun ia berhasil melalui prahara ini dan menyiapkan diri menyongsong pulihnya sektor pariwisata.
Pagi hari, lalu-lalang kendaraan bermotor bersamaan dengan hiruk-pikuk kegiatan masyarakat kota Bangkok. Kota itu mulai digelayuti oleh teriknya sang surya. Sinar matahari merayap dan menyengat hingga ke pori-pori tubuh. Sehari sebelum konser akbar Coldplay World Tour 2023-2024, warga sekitar Vihara Budha Zamrud dengan kubah runcing menjulang ke langit, mulai menggeliat dengan aktivitas rutin mereka. Terletak di area istana utama, ia adalah ikon kota Bangkok yang menyimpan sejuta wisata alam dan budaya.
Pariwisata internasional merupakan kontributor utama perekonomian Thailand. Negara Gajah Putih ini sangat terpukul selama pandemi Covid-19. Namun ia berhasil melalui prahara ini dan menyiapkan diri menyongsong pulihnya sektor pariwisata. Sebelum era pandemi, Thailand menduduki peringkat kedelapan secara global dalam hal kedatangan wisatawan mancanegara (wisman). Wisman dari China adalah pasar utamanya. Covid-19 menghempaskan volume penumpang pesawat ke Thailand. Tingkat hunian hotel bahkan pernah hanya 9 persen. Namun kini, pariwisata Thailand mulai bangkit. Deloitte melaporkan, sampai kuartal IV-2023, lima besar negara penyumbang wisman ke Thailand adalah Malaysia (3,7 juta), China (2,8 juta), Korea Selatan (1,3 juta), India (1,3 juta), dan Rusia (1,1 juta).
Jika dicermati, Thailand tak berbeda jauh dibandingkan Indonesia. Tidak ada perbedaan waktu, sama-sama memiliki iklim tropis, sarana transportasi yang hampir mirip, dan menjamurnya pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Kedua negara di Asia Tenggara ini memiliki destinasi wisata alam yang indah dan memesona. Selain itu, keduanya memiliki kebudayaan nan kuat sebagai bagian dari ritual hidup yang menonjol. Namun, di ranah industri pariwisata, Thailand jauh lebih maju ketimbang Indonesia. Jumlah kedatangan wisman ke Thailand, jumlahnya mencapai dua kali lipat lebih banyak dibandingkan wisman yang berkunjung ke Indonesia.
Pada 2022, Thailand menerima 11,15 juta wisman, sedangkan Indonesia hanya 5,5 juta kunjungan turis asing. Di tahun yang sama pendapatan Thailand di sektor pariwisata hampir menembus USD 16 miliar atau sekitar Rp 249,47 triliun. Menurut Menteri Pariwisata dan Olahraga Thailand, pada 2023, Thailand melampaui negara-negara ASEAN lainnya dalam jumlah kunjungan wisatawan yang menyambut lebih dari 28 juta pengunjung. Hal ini merupakan peningkatan yang luar biasa, yaitu 154 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah kunjungan wisman ke Thailand pada tahun 2023 meningkat sebesar 11,06 juta, sehingga mencapai 28,09 juta pengunjung dibandingkan tahun 2022. Lalu, apa yang menyebabkan industri pariwisata Thailand mengungguli Indonesia? Padahal, destinasi wisata Indonesia tidak kalah menarik dan eksotik jika dibandingkan dengan negeri Gajah Putih ini.
Pascapandemi Indonesia masih disibukkan dengan persiapan pesta demokrasi dan belum tampak serius menyiapkan diri bagaimana agar industri pariwisatanya dapat bangkit. Thailand sangat Bangkok sentris, karena Bangkok merupakan kota yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Thailand lalu mengembangkan perekonomiannya berdasarkan pendekatan “five-in-one”. Selain pariwisata sebagai lokomotif perekonomian negara, pemerintah fokus pada industri pertanian, manufaktur, ritel (fesyen dan makanan), serta kesehatan. Thailand sangat berhasil mengelola industri makanannya. Sup Tom Yam, Pad Thai dan barisan buah atau produk yang menjadi “premium” ketika bersanding dengan kata “bangkok”. Durian bangkok, jambu bangkok, dan bahkan termasuk ayam bangkok. Terkait industri pariwisata, otoritas pariwisata Thailand mengembangkan pendekatan “kedua/dan”, tidak lagi “salah satu/atau”. Maksudnya tidak memilih salah satu di antara berbagai inisiatif kegiatan pariwisata yang menonjol, tetapi menerapkan semua pilihan untuk menumbuhkembangkan sektor pariwisatanya.
Pertama, Thailand mengelola baik pariwisata massal maupun pariwisata personal. Menurut studi McKinsey (2021), tiga kategori pengeluaran wisman adalah belanja, akomodasi, serta makan dan minum. Bagi wisman dari segmen menengah ke bawah, pusat perbelanjaan fesyen platinum dan barang kelontong di pasar Pratunam selalu menarik dikunjungi, karena harganya yang miring serta dapat ditawar. Turis dari negara-negara ASEAN dan India meramaikan tempat ini. Tidak dipungkiri, Thailand mengelola low-cost tourism, tercermin dari tumpah ruahnya pengunjung di pasar/pusat belanja ritel ini sepanjang hari. Sebaliknya, wisman berkantong tebal dapat berbelanja produk-produk berjenama di Siam Paragon dan Icon Siam. Nama yang terakhir ini belum genap setahun berdiri, sebagai pusat perbelanjaan baru di Bangkok yang inovatif.
Selain mal modern, ia juga terkenal karena keindahan arsitektur yang menakjubkan, pemandangan Sungai Chao Phraya yang memesona, dan atraksi menarik kilapan warna-warni sinar laser dari air mancur di pinggir sungai. Kemudian, kalangan wisatawan papan atas dapat menyambangi Koh Samui, Phuket, dan Chiang Mai untuk berkontemplasi. Destinasi wisata yang terakhir ini terletak di bagian utara Thailand yang merupakan tempat hiburan modern dengan gaya hidup tradisional. Sejumlah besar kuil-kuil indah menunjukkan pentingnya agama di wilayah ini. Tempat ini menawarkan berbagai macam kegiatan wisata yang menyenangkan seperti arung jeram, kayak, mendaki gunung, trekking, bersepeda, touring sepeda motor, festival kuliner, mengamati satwa liar dan gua, serta olahraga bahari. Bagi penikmat kemewahan, kota ini memiliki banyak hotel dan resor serta spa untuk relaksasi memanjakan tubuh dengan paket lengkap.
Selanjutnya, Pemerintah Thailand mengambil kebijakan dan melangkah lebih jauh lagi serta bersiap meluncurkan program tempat tinggal jangka panjang. Orang asing melalui visa Penduduk Jangka Panjang (LTR) dapat menetap di Thailand hingga sepuluh tahun dengan peluang investasi dan insentif pajak. Program ini akan menargetkan tiga kategori pelancong utama, yaitu warga negara global bersaku tebal, kaum pensiunan kaya, dan para profesional berketrampilan tinggi. Targetnya adalah mencapai lebih dari satu juta individu dan menghasilkan lebih dari THB 1 triliun dalam lima tahun ke depan, dimulai pada 2022. Terkait inisiatif ini, Thailand menerapkan differentiation/premium tourism.
Kedua, Thailand mengelola baik common tourism dan juga experience/unique tourism. Di samping menyuguhkan objek wisata arus utama berupa wisata alam, wisata bahari, wisata belanja dan kuliner, Thailand juga menawarkan destinasi wisata yang unik dan fokus pada menambah pengalaman wisman. Sebagai contoh, turis dapat tinggal di desa, belajar memasak makanan Thai, mendalami seni beladiri Muay Thai, memetik anggur langsung di perkebunannya di Khao Yai, serta bercengkerama dengan gajah dan gowes di pelosok Chiang Mai. Dengan perjalanan wisata yang lebih terdiferensiasi serta pengalaman dan atraksi ekowisata dan wisata budaya lainnya, Pemerintah Thailand berharap terjadi penambahan length of stay wisman. Pada gilirannya, akan meraup lebih banyak lagi pendapatan dari wisman, sebagai sumbangsih bagi perekonomiannya.
Ketiga, bukan hanya pariwisata terkait individual goal, tetapi juga pariwisata melalui collaboration goal. Sebagai hasil dari program “We Travel Together” yang dicanangkan pemerintah selama pandemi berupa program yang mensubsidi perjalanan melalui mekanisme digital, negeri ini telah berhasil meraih sekitar 30-40 juta pengguna yang bergabung dan menggunakan platform layanan pariwisata. Hal ini membuka peluang bagi mahadata konsumen dalam negeri yang dikumpulkan dan dianalisis untuk memberikan informasi lebih lanjut bagi penawaran pariwisata yang dipersonalisasi kepada wisatawan.
Mengambil langkah lebih jauh, operator tur, restoran, dan pusat perbelanjaan akan terhubung, sehingga menciptakan ekosistem pariwisata yang terkoneksi dengan tempat wisata melalui penawaran layanan dan produk serta program loyalitas yang dipersonalisasi sepanjang perjalanan mereka. Selain itu, terdapat peluang untuk melakukan product-bundling, seperti akomodasi (hotel dan resor) dengan penerbangan, destinasi wisata dengan penerbangan, akomodasi dengan mal, menawarkan cross-selling (penjualan silang), serta diversifikasi layanan wisata lainnya. Keempat, Thailand menangani baik traditional-base tourism maupun digital-base tourism. Masih banyak destinasi wisata di Thailand dikelola secara tradisional.
Namun, Otoritas Pariwisata Thailand (TAT) baru-baru ini mengumumkan rencananya untuk mendirikan perusahaan swasta digital dalam rangka menciptakan infrastruktur pariwisata digital. Dengan memanfaatkan mahadata dan kecerdasan buatan serta potensi memperkenalkan e-voucher berbasis blockchain dan token yang tidak dapat dipertukarkan, wisatawan mendapatkan lebih banyak pilihan yang disediakan operator pariwisata yang menjangkau wisatawan secara daring dan luring. Perusahaan perjalanan dapat melakukan digitalisasi kunjungan wisman dari check-in hingga pembayaran, termasuk penyediaan peta dan informasi. Preferensi wisman dapat dilacak secara real time untuk merancang kunjungan dan layanan yang diperlukan bagi turis yang lebih baik dan relevan.
Pemasaran digital juga dapat menarik pengunjung untuk kembali lagi dan berbagi pengalaman di media sosial. Akhirnya, dari pariwisata tradisional menuju ekowisata atau pariwisata berkelanjutan. Dalam paparannya baru-baru ini, TAT mencanangkan strategi untuk memperkuat citra dan jenama Thailand sebagai tujuan wisata yang berkelanjutan serta bertanggung jawab. Lembaga resmi pariwisata ini menekankan pula upaya Thailand ke depan dalam meningkatkan standar keberlanjutan dan memanfaatkan aset budaya Thailand guna menawarkan paket-paket wisata yang kreatif serta memperkaya pengalaman wisman selama berkunjung di negara ini.
Pascapandemi, pemulihan dan kebangkitan pariwisata di Thailand dilakukan secara bertahap dan terukur, melibatkan operator pariwisata dan pemerintah. Thailand memang tidak pernah berhenti dan pantang lelah berinovasi dalam rangka mengembangkan industri pariwisatanya. Indonesia harus belajar dari Thailand bagaimana dengan piawainya mengelola paradoks sektor pariwisata internasionalnya. Bersamaan dengan semakin panasnya cuaca kota Bangkok, tulisan ini ditutup dengan asa yang masih menyelimuti kita, agar pariwisata di tanah air segera bangkit dan suatu saat mengungguli Thailand. ***