Cakap Digital, Cakap Sosial Bersama Shinta Yuliasmi
Memasuki era revolusi industri 4.0, dunia begitu cepat berubah. Apa yang berlaku kemarin, belum tentu bisa diterapkan esok hari. Mau tak mau, kita harus pandai menyesuaikan diri agar bisa bertahan. Sayangnya, untuk bisa bertahan saja pun tidak mudah. Setiap saat, akan terus muncul pesaing baru. Bagaimana solusinya?
Pada sesi keenam Business Talkshow “The Rise of Creative Economy” BINUS BUSINESS SCHOOL Indonesia Business Outlook 2022 kemarin, hadir Shinta Yuliasmi sebagai narasumber. Shinta merupakan seorang senior flight attendant Batik Air, pendiri HOPE (Hold On Pain Ends) Indonesia, aktivis Menjadi Indonesia Pintar, sekaligus owner bisnis kuliner Dapur Mbak Shinta dan @baksonya.mbakpramugari.
Perempuan yang juga berprofesi sebagai model ini merupakan alumni Business Management BINUS Online Learning dan tengah menempuh pendidikan Magister Teknik Industri BINUS Graduate Program. Dalam talkshow yang dipandu oleh Helena Hanindya Kartika Putri, S.S., MBA selaku moderator, Shinta membagikan kiatnya untuk bisa cepat beradaptasi dengan situasi yang terus berubah seperti sekarang ini. Seperti apa?
Disrupsi dan pergeseran paradigma
Revolusi industri 4.0 tanpa disadari telah mendorong munculnya disrupsi di berbagai sektor kehidupan. Apa itu disrupsi? Secara harfiah, disrupsi berarti suatu tindakan yang mengganggu peristiwa atau proses tertentu. Jika dikaitkan dengan kondisi terkini, disrupsi berarti gangguan terhadap metode-metode lama yang berlaku sebelumnya.
Adanya revolusi industri 4.0 menyebabkan cara-cara konvensional mulai ditinggalkan. Contoh sederhananya adalah saat keberadaan portal berita online yang menggeser koran cetak sebagai sumber informasi. Situasi ini juga sedikit banyak telah menimbulkan pergeseran paradigma.
Prosedur yang rumit dan makan waktu perlahan-lahan tergantikan oleh cara-cara efisien yang lebih hemat waktu serta biaya. Belum lagi pandemi yang mendorong munculnya tata dunia baru. Masyarakat pun membutuhkan efisiensi dan kemudahan akses tanpa batas.
Dampak revolusi industri 4.0
Sama seperti revolusi industri yang terjadi sebelumnya, revolusi industri 4.0 juga menimbulkan dampak yang begitu besar terhadap masyarakat. Bedanya, jika dulu revolusi dipicu oleh penemuan mesin uap, revolusi industri 4.0 didukung oleh empat pilar utama, yaitu Internet of Things (IoT), Big Data Management, Artificial Intelligence (AI), dan Cloud Computing.
Menurut Shinta, inovasi teknologi tersebut telah mengubah cara pandang, mengubah pola pikir, dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat, termasuk para perempuan Indonesia. Adanya pergeseran ini sebaiknya dijadikan momentum untuk bisa berkembang lebih baik lagi.
Persaingan yang semakin ketat
Jika dilihat dari perspektif bisnis, revolusi industri bisa memunculkan tantangan baru. Persaingan akan semakin ketat dan tiap waktu akan muncul kompetitor baru. Pertanyaannya, apakah kita siap dan punya kapabilitas yang cukup untuk bersaing dengan mereka?
Jawabannya terletak pada inovasi teknologi itu sendiri. Kemunculan teknologi baru bukan sekadar menjadi pelengkap gaya hidup modern, tapi harus bisa dijadikan alat bantu. IoT bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi baru, mempelajari skill yang sedang on-demand, hingga memperluas jaringan komunikasi.
Cakap digital, cakap sosial
Baik revolusi industri maupun pandemi menyebabkan dunia bergerak begitu cepat. Jika diibaratkan sebuah cerita, situasi sekarang seolah sedang mengadopsi story roller coaster model. Perubahan begitu cepat terjadi, tiap detik pun menjadi sangat berharga.
Semua orang dituntut untuk bisa beradaptasi dengan cepat. Adaptasi tak lagi menjadi suatu kemampuan spesial yang hanya dimiliki oleh para pemimpin, tapi juga untuk tiap-tiap individu. Kitalah pemimpin untuk diri kita sendiri.
Shinta menambahkan, kepemimpinan saat ini tak lagi tentang jabatan dan posisi, namun lebih kepada memberi pengaruh baik kepada orang lain. Kepemimpinan model ini akan lebih optimal jika didukung dengan pemanfaatan teknologi. Misalnya, akses berkomunikasi dengan orang lain tanpa harus khawatir dengan masalah jarak dan waktu.
Terlebih, kini sudah tersedia banyak sekali layanan komputasi berbiaya rendah, teknologi seluler, cloud, hingga big data analytic. Semua perangkat, bahkan sesimpel ponsel, sudah bisa berbagi dan juga mengumpulkan data. Dengan kata lain, sumber daya yang terbatas bukan menjadi penghalang untuk berkarya, teknologi harusnya bisa menjadi driving force untuk memulihkan ekonomi.
Situasi yang terus berubah seperti sekarang ini harusnya tidak menjadi hambatan untuk bisa berkembang lebih baik lagi. Justru sebaliknya, perubahan karena revolusi industri dan pandemi harusnya bisa menjadi pemicu untuk beradaptasi lebih cepat. Pemanfaatan teknologi yang baik menjadi bekal yang ideal untuk menghadapi tantangan tersebut. Dengan cakap digital, maka kecakapan menjalankan kehidupan sosial pun akan mengikuti.