Mengupas Pentingnya Meniti Bisnis yang Baik di Tengah Tekanan COVID-19
Jika berbicara soal bisnis, maka satu kata yang langsung terlintas dalam pikiran adalah profit. Meskipun bisnis memang merupakan upaya untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, namun tetap dalam implementasinya etika bisnis harus diterapkan demi kesuksesan jangka panjang. Melihat situasi terkini, peran etika bisnis semakin terasa dalam operasional dan manajemen bisnis.
Dalam webinar “Etika Bisnis dalam Tantangan COVID-19: Tegangan Antara Profit dan Hidup Bermakna” yang merupakan hasil kerja sama NUNI (Jejaring Universitas Nusantara), BINUS BUSINESS SCHOOL Undergraduate Program, dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Andreas J. Ata Ujan, Ph.D mengupas pertanyaan seputar perbedaan bisnis yang baik dengan bisnis yang sukses. Beliau merupakan seorang dosen fakultas ekonomi dan bisnis di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Webinar ini diselenggarakan via Zoom pada hari Rabu (7/10) pukul 13.00 WIB.
Saat dihadapkan dengan pilihan bisnis yang baik atau bisnis yang sukses, Andreas menjelaskan bahwa penting sekali untuk memilih bisnis yang baik. Umumnya orang-orang menilai bahwa bisnis sukses adalah bisnis yang fokus hanya pada optimalisasi profit dan cenderung menghalalkan segala upaya demi meraup untung sebanyak-banyaknya, kurang kritis terhadap proses bisnis, dan mengabaikan etika bisnis dan hukum.
Padahal, bisnis yang baik sebenarnya mengedepankan proses daripada hasil, serta berorientasi pada kesuksesan jangka panjang. Bisnis yang baik menggabungkan profit dengan etika bisnis. “Etika bisnis diyakini sebagai kunci keberhasilan bisnis dalam jangka panjang,” jelas Andreas.
Andreas pun memaparkan bahwa kontraksi ekonomi yang terjadi di Indonesia menyebabkan golongan pebisnis pecah dalam dua sikap, yakni antara mengambil sikap the tyranny of or atau the genius of and. The tyranny of or merupakan sikap yang memilih satu di antara bisnis dengan etika. Sementara the genius of and merupakan sikap yang berhasil mendekatkan ekonomi, hukum, dan etika. Diantara dua sikap yang ada, Andreas berharap bahwa para pebisnis masih mampu mengambil sikap the genius of and dalam berbagai situasi ekonomi yang sulit.
Perlu diingat juga bahwa bisnis merupakan entitas sosial yang hanya bisa beroperasi dan meraih keuntungan berkat campur tangan banyak pihak. Sebuah korporasi beroperasi karena ada kontribusi dari internal stakeholders, external stakeholders, investor, pemasok, organisasi advokasi, karyawan, komunitas, konsumen, pemerintah, pemilik, dan lingkungan hidup.
Oleh karena itu, bisnis pun dianggap sebagai subjek hukum yang memiliki hak serta kewajiban yang dilindungi oleh hukum. Melihat hal ini, Andreas menjelaskan bahwa bisnis nyatanya selalu menggunakan social capital, yakni infrastruktur seperti air, listrik, dan jalan yang disediakan oleh negara. Hal ini karena negara ingin mendukung bisnis agar bisa seterusnya berkontribusi juga bagi kepentingan negara.
Sayangnya, Andreas menjelaskan bahwa banyak bisnis yang menyelewengkan kekuasaan ekonominya serta mengakibatkan negative externality. Contohnya seperti kerusakan hutan, sumber daya alam yang terkeruk, serta kesenjangan sosial. Maka dari itu, sangat penting bagi pebisnis untuk mengedepankan etika bisnis agar bisa menjalankan kewajiban legal dan moralnya.
Andreas menjelaskan bahwa ada berbagai strategi untuk bisa menggabungkan keuntungan bisnis dengan visi hidup bermakna. Pertama adalah dengan membentuk prinsip bisnis yang berporos pada engagement, innovation, dan impact. Lalu, menjadi bisnis yang bertanggung jawab dengan menghargai stakeholders, patuh terhadap hukum, menjunjung tinggi harga diri manusia, serta hidup bersama dengan moral yang baik.
Selanjutnya, Andreas pun menjelaskan bahwa bisnis perlu mengedepankan keberlanjutan bisnis melalui 4 parameter, yakni planet, people, profit, serta peace and stability. Menurut Andreas, COVID-19 memang membawa berbagai dampak buruk, tetapi juga bisa jadi pembelajaran berharga bagi bisnis. Saatnya untuk membentuk komunitas, condong ke altruisme, meningkatkan empati, serta membentuk enlightened self-interest.
Menutup webinar kali ini, Andreas menekankan pentingnya Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai langkah meniti bisnis yang baik, bertanggung jawab, dan beretika. Hadirnya CSR dapat memberikan dampak jangka panjang bagi kehidupan bermasyarakat, baik itu yang kelihatan maupun tidak kelihatan. Kembali lagi, CSR merupakan bentuk konkret dan ekspresi nyata dari prinsip engagement, innovation, dan impact.
Mari bersama-sama mengedepankan etika dalam berbisnis. Fokus hanya pada mengejar keuntungan hanya akan membawa kesuksesan jangka pendek dalam bisnis. Demi mencapai hidup yang bermakna, maka bisnis yang baik dan mampu bertahan dalam jangka waktu yang lama adalah kunci yang harus dipegang erat. ** (PID)