BINUS Business School

Kisah Inspiratif Guru Honorer Jadi Mahasiswa S2 BINUS

Dari Guru Honorer Jadi Mahasiswa S2, Kisah Inspiratif Wahyu Febrianto di BINUS Business School

Banyak orang mengira bahwa pendidikan lanjutan, apalagi di jenjang magister, hanya bisa diakses oleh mereka yang memiliki kondisi ekonomi yang mapan. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian. Wahyu Febrianto, seorang guru honorer dari Kediri, berhasil membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi tidak harus menghentikan langkah untuk mengejar ilmu setinggi mungkin. Saat ini, ia tercatat sebagai mahasiswa program Master of Management Innovation and Entrepreneurship di BINUS Business School, berkat keberhasilannya meraih beasiswa LPDP.

Latar Belakang Wahyu Febrianto

Wahyu memulai perkuliahannya di BINUS University pada 1 Maret 2025. Sebelum menjadi mahasiswa S2, ia mengabdikan dirinya sebagai guru honorer di salah satu SMK di Kediri. Di tengah kesibukannya mengajar, ia bertekad untuk melanjutkan pendidikan dan mencoba peruntungan dengan mendaftar beasiswa LPDP.

Perjalanan untuk mendapatkan beasiswa tersebut tidak berjalan mulus. Namun, Wahyu tidak menyerah. Ia mencoba lagi di batch pertama tahun 2024, dan kali ini usahanya membuahkan hasil.

Diberikan pilihan tiga universitas oleh LPDP, Wahyu memilih UI, UNAIR, dan BINUS. Setelah mempertimbangkan banyak hal, ia akhirnya menjatuhkan pilihan pada BINUS Business School karena programnya yang sesuai dengan minat dan rencana masa depannya.

(Dok. Pribadi)

Tantangan Mendapatkan Beasiswa LPDP

Proses mendapatkan beasiswa LPDP bukan hal yang mudah. Wahyu harus berpacu dengan waktu karena baru memulai proses pendaftaran tiga minggu sebelum tenggat. Salah satu syarat penting adalah kemampuan bahasa Inggris. Karena waktu yang terbatas, ia memilih mengikuti Duolingo English Test.

“Itu pun hasilnya tipis sekali, tapi cukup untuk lolos,” kenangnya.

Tantangan lain datang dari penulisan esai. Dalam esai tersebut, ia harus menggambarkan latar belakang, kontribusi yang pernah diberikan, dan rencana kontribusinya di masa depan. Ia mengaku bahwa ia harus merombak isi esai tersebut berkali-kali karena sangat menantang.

Tes lainnya yang cukup menyulitkan adalah Tes Bakat Skolastik (TBS), versi dari tes potensi akademik yang digunakan oleh LPDP. Prosesnya panjang, melelahkan, tapi hasil akhirnya sangat sepadan.

Pengalaman Kuliah di BINUS Business School

Berkuliah di BINUS Business School menjadi pengalaman baru yang sangat berkesan bagi Wahyu. Ia mengungkapkan bahwa sistem pembelajaran yang digunakan, terutama Learning Management System (LMS)-nya, sangat tertata dan profesional.

“Dulu waktu saya kuliah S1 di Kediri, sistemnya belum seperti ini. Sekarang semuanya lebih modern dan rapi. Dosen-dosennya ramah dan terbuka. Kita bisa berdiskusi dengan mudah, tidak ada jarak,” tambahnya.

Namun, Wahyu juga menyadari bahwa meski suasana belajar terasa nyaman di awal, tantangannya tidak ringan. Di akhir periode pertama, hanya dengan tiga mata kuliah, tugas yang harus diselesaikan begitu banyak. Ia bahkan mengaku bahwa, “Satu mata kuliah bisa punya tiga sampai empat tugas. Padat sekali.”

(Dok. Pribadi)

Rencana Karier setelah Lulus dari BINUS University

Setelah menyelesaikan pendidikan di BINUS University, Wahyu berencana kembali ke Kediri dan mengabdikan diri di SMK tempat ia mengajar sebelumnya. Ia ingin berkolaborasi dengan Forum Bursa Kerja Khusus (FBKK) untuk mengembangkan program yang bisa membantu lulusan SMK agar tidak menganggur.

“Pengangguran terdidik tertinggi itu dari lulusan SMK. Ini yang mau saya bantu atasi. Kita harus bantu mereka punya skill dan kesempatan kerja yang lebih baik,” katanya penuh semangat. Tidak hanya itu, Wahyu juga memiliki cita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral dan menjadi dosen.

Pesan untuk Para Guru Honorer dan Pejuang Pendidikan

Sebagai guru, Wahyu percaya bahwa pendidikan yang lebih tinggi adalah kunci untuk bisa mengajar dengan lebih baik.

“Menurut saya, lulusan S1 saja itu belum cukup. Kita perlu wawasan yang lebih luas agar bisa benar-benar memahami cara mendidik anak,” ungkapnya. Ia mendorong rekan-rekan sesama guru untuk berani melanjutkan pendidikan ke jenjang S2, bahkan S3 jika memungkinkan.

Untuk mereka yang merasa terhalang oleh keterbatasan ekonomi, Wahyu memberikan semangat. “Sebenarnya banyak jalan. LPDP bukan satu-satunya. Ada juga beasiswa lain seperti AAS dan lainnya. Yang penting kita punya niat,” jelasnya.

Ia juga berbagi tips bagi yang ingin mencoba beasiswa LPDP: “Kita harus cinta Indonesia. Pikirkan kontribusi apa yang bisa kita berikan, bukan cuma untuk diri sendiri tapi juga lingkungan sekitar. Fokus pada program studi yang sesuai dengan tujuan kita, dan jangan mudah menyerah.”

Kisah Wahyu Febrianto adalah bukti nyata bahwa keterbatasan ekonomi tidak menjadi penghalang untuk menempuh pendidikan tinggi dan berkontribusi bagi bangsa. Anda juga bisa mengikuti jejaknya. Segera bergabung dengan BINUS Business School, dan pilih program Master of Management Innovation and Entrepreneurship untuk memulai perjalanan menjadi pemimpin masa depan yang inovatif dan berdampak!***

(Dok. Pribadi)

Whatsapp