BINUS Business School

CEO Speaks bersama Amman Mineral Nusa Tenggara: Adaptasi Industri Tambang terhadap Perubahan

Perubahan adalah suatu hal yang pasti, baik itu perubahan yang didorong oleh faktor internal maupun yang dipicu oleh faktor eksternal. Beberapa tahun ini, perubahan seolah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Pandemi memaksa kebiasaan-kebiasaan lama untuk diubah karena tak lagi relevan. New normal bukan sekadar jargon, tapi benar-benar terjadi. Perubahan pun ternyata dirasakan oleh Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang bergerak di industri tambang. Setelah akuisisi pada tahun 2016, AMNT mengalami perubahan yang signifikan.

Dari hasil evaluasi kinerja, diketahui bahwa perusahaan beroperasi dengan biaya yang tinggi dan performa yang dirasa masih belum optimal. Akuisisi pun kemudian menjadi momen bagi AMNT untuk beradaptasi dengan berbagai perubahan. Bagaimana perjalanannya?

Adaptasi Industri Tambang terhadap Perubahan

Desakan untuk Segera Berubah

Evaluasi yang dilakukan setelah akuisisi juga menemukan bahwa keberlanjutan Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) masih menjadi tanda tanya besar. Jika masih mengikuti cara dan budaya kerja lama, diprediksi perusahaan akan shutdown pada tahun 2027 karena usia tambang diperkirakan akan berakhir 10 tahun setelah akuisisi.

Change Management

Dari situlah kemudian AMNT memutuskan untuk segera mengambil langkah-langkah perubahan dan peningkatan. Di sinilah change management berperan. Dalam kasus AMNT sendiri, aspek paling penting dalam change management adalah komunikasi. “Mengomunikasikan kepada shareholder, manajemen, employee, government, dan stakeholder lain menjadi kunci bagaimana kita bisa mendapat dukungan,” jelas Rachmat Makassau, Presiden Direktur AMNT.

Dalam change management, harus melihat detail aktivitas (end-to-end detail). Perencanaan pun harus dipikirkan matang-matang untuk meminimalisir terjadinya risiko. Meski begitu, tidak perlu membuat perencanaan yang berlebihan. Sebab, semua aspek bisa menimbulkan isu tersendiri jika dianalisis secara berlebihan (overanalyze). Fokuslah pada area yang memang masih berada dalam kendali untuk kemudian menyusun praktik operasional terbaik.

Selanjutnya, jangan pernah takut untuk mencoba cara baru. Anda tidak akan pernah tahu hal tersebut berhasil atau tidak jika tidak mencobanya. Mindset seperti inilah yang mendorong Anda untuk segera berubah ke arah yang lebih baik lagi.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perubahan Industri Tambang

Ada beberapa hal yang memicu perubahan industri tambang. Menurut Rachmat Makassau, berikut adalah beberapa faktor utamanya:

  1. Pandemi COVID-19

Salah satu faktor pemicu utama adalah pandemi COVID-19 yang memberikan dampak dan biaya lebih mahal dalam beroperasi. Namun, di sisi lain, perusahaan harus terus beroperasi karena sistem kerja start-stop tidak mungkin diterapkan. Sebisa mungkin, operasional harus terus berjalan.

  1. Clean energy dan alternatif pengganti batu bara

Kemudian, ada isu clean energy. Industri pertambangan harus mulai memikirkan alternatif pengganti batu bara, misalnya dengan gas alam atau solar. Pasalnya, di Indonesia sendiri, sebagian besar pembangkit yang digunakan masih mengandalkan batu bara.

  1. Green mining serta sustainable development

Ada anggapan bahwa industri tambang tidak akan pernah sustain atau berkelanjutan. Hal ini mengingat objek industri tambang sendiri yang tidak mungkin diperbarui. Meski begitu, bukan berarti perusahaan lantas berpikir bahwa industri hanya akan memiliki usia aktif yang singkat, kemudian melakukan eksploitasi habis-habisan tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan.

Bagi AMNT, hal ini harusnya dilihat sebagai tantangan alih-alih hambatan. Situasi ini harusnya memicu perusahaan untuk mencari alternatif-alternatif yang bisa dioptimalkan. Dengan begitu, industri bisa terus berjalan dan berkelanjutan.

  1. Mining 4.0

Inilah salah satu alternatif yang harus mulai diterapkan oleh industri tambang. Pemanfaatan teknologi merupakan kesempatan bagi industri tambang untuk bisa tetap relevan dengan perubahan zaman. Sekarang ini, terdapat teknologi automation yang bisa menjalankan mesin secara otomatis dengan risiko error minim. Teknologi semacam ini tentu dapat dimanfaatkan untuk mereduksi biaya operasional yang tinggi.

  1. Kesetaraan gender

Salah satu stereotip yang melekat pada industri tambang adalah pekerjanya yang didominasi oleh laki-laki. Masih belum terlihat kesetaraan gender dalam industri ini.

Isu kesetaraan gender sendiri memang terus didengungkan akhir-akhir ini. Tingkat permintaan untuk mewujudkan kesetaraan gender di industri tambang pun terus naik. Itu berarti, memang terdapat urgensi untuk segera melakukan perubahan. Meski begitu, tentu ada beberapa penyesuaian yang harus dilakukan.

Tidak mudah memang untuk bisa beradaptasi dengan mulus terhadap perubahan, terutama bagi sebuah industri yang operasionalnya tidak banyak berubah, seperti industri tambang. Meski begitu, perubahan adalah sesuatu yang mutlak. Tidak ada yang bisa menghindarinya. Langkah terbaik adalah melakukan perencanaan dengan detail dan menerapkan change management yang menyeluruh.


Whatsapp