ACE Jadi AZKO: Keputusan Bisnis Global, Eksekusi Lokal. “Apakah perusahaan Indonesia bisa tanpa asing?”
Apa yang terjadi?
Mulai 1 Januari 2025, gerai ACE Hardware Indonesia resmi berganti nama menjadi AZKO. Pergantian ini mengikuti akhirnya masa lisensi ACE di Indonesia per 31 Desember 2024; manajemen memilih tidak memperpanjang dan melaju dengan merek sendiri di bawah PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (AHI), bagian dari Kawan Lama Group. (diyinternational.com/content/diyplus/2025/03/18/in-indonesia-azko-is-the-new-ace.html?utm_source=chatgpt.com)

Di video youtube Raymond Chin mengatakan
- “Ini tuh masalah lisensi atau royalti dan ini sebenarnya masalah keputusan bisnis aja….” (Raymond Chin).
- “Keputusan mereka ini lumayan tepat kalau bisa masukin produk-produk yang bervariasi dan harganya lebih murah.” (Raymond Chin).Dua kutipan kalimat itu merangkum logika Keputusan rebranding ACE menjadi AZKO, dimana mengurangi beban “NEBENG” atau Bahasa formalnya adalah lisensi / royalty. Beratnya keputusan import karena kewajiban dari licensing, persaingan dengan brand lain yang memiliki harga dan kualitas sangat bersaing, ini menjadi beban bagi perusahaan. Disitulah kita bisa mulai berpikir, mungkin inilah salah satu alasan terbesarnya mengapa mereka melakukan langkah besar dan beresiko ini. Tujuan lainnya adalah untuk memperluas fleksibilitas kurasi produk dan peluang harga lebih ramah pasar lokal di Indonesia. Beberapa sumber juga mengatakan beban royalti yang besar dan keterikatan impor selama masa lisensi dengan brand sebelumnya.
Highlight yang perlu dipelajari
1) Peralihan Entry Mode: Licensing → Own Brand
Saat lisensi ACE berakhir, perusahaan memilih menggunakan merek sendiri. Dampaknya:
- Pro: bebas negosiasi pemasok untuk import (lokal/global), ruang untuk diferensiasi dan pricing, serta hemat royalti. Bahkan ketergantungan import pada ACE terdahulu menjadi hambatan, sehingga apabila mereka sudah lakukan ini sejak dulu, maka Perusahaan mungkin bisa lebih cepat berkembang dari dahulu. Kalian berpikir yang sama?
- Kontra: harus membangun ulang ekuitas merek (awareness & trust). Dalam konsep Market Entry, ini menjadi strategi yang harus dipikirkan dengan matang.
Kasus ACE→AZKO adalah kesulitan dan Keputusan yang harus sangat dipikirkan terkait market Indonesia yang kadang masih susah ditebak dan banyak maunya.
2) Glocalization: Strategi global, eksekusi lokal
AZKO bisa menyesuaikan mix produk dan rentang harga dengan daya beli konsumen Indonesia. Ini esensi glocalization dimana standar proses tetap baik, tapi penawaran jadi lebih relevan terhadap lokal. Maksudnya adalah, memiliki opsi untuk menggunakan lokal, menggunakan supplier lokal, dan berujung pada berkembangnya kapasitas supplier lokal. AZKO jadi memiliki keleluasaan dalam menentukan produknya sendiri, baik dengan strategi import dari China atau negara lain yang memberikan harga bagus dan bersaing, juga mungkin kedepannya bisa export produk mereka sendiri sehingga digunakan di negara lain. Langkah ini menjadi langkah “counter” atau gerakan “melawan” kembali dimana AZKO yakin bisa produksi produk di lokal dengan baik dan bahkan sebaliknya memberikan license di negara lain. Artinya secara Perusahaan, mereka sudah dewasa dan cukup siap untuk menjadi mandiri.
3) Supply Chain & Sourcing
Selama lisensi, porsi produk impor dari principal (pemberi license) membatasi kebebasan. Di bawah AZKO, kombinasi supplier lokal + impor selektif bisa menurunkan biaya, mempercepat replenishment, mengurangi cost pemgembalian barang defect (supply chain) dan memperlebar pilihan baik dari produk maupun strategi perusahaan. Namun tantangannya adalah pada quality control, SLA (Service Level Agreement) pemasok, dan mitigasi risiko kurs. Tanpa pemahaman kondisi management dan international, hal ini tidak mungkin bisa dilewati.
4) Brand Equity & Komunikasi
Nama ACE punya memori panjang di benak konsumen. AZKO harus:
- Jalankan edukasi dan komunikasi yang konsisten (“ACE jadi AZKO karena lisensi usai”).
- Tunjukkan proof of value: variasi produk, harga kompetitif, garansi & layanan yang terbaik.
- Dari sisi operational market, jaga Customer Experience omnichannel (aplikasi web store) dan store experience supaya transisi mulus. Penelitian dan media memberikan gambaran bahwa transisi digital atau SEO bisa saja menurun jika redirect & pondasi web dan applikasi kurang rapih. Ini selalu menjadi pelajaran penting saat rebrand dimana harus perkuat infrastruktur dahulu, baru lakukan transisi. Pondasi dan infrastruktur adalah kuncinya!
5) Sinyal ke Investor & Mitra Global
Perubahan lisensi bisa dianggap “sesuatu” oleh investor asing. Kuncinya adalah narasi korporat yang jelas kepada investor, dimana dijelaskan karena adanya manuver efisiensi & fokus pada relevansi lokal, bukan karena bisnis melemah. Hal ini agar menjaga agar para investor terus percaya pada perubahan dan yakin bahwa hal ini yang memang harus ditempuh agar Perusahaan akan semakin dewasa, tidak bergantung dengan asing, dan bahkan bersaing di global.
Peran Manajerial dari case ini:
- Ambigu pada merek: lakukan co-branding sementara (“AZKO, dulu ACE oleh Kawan Lama”), campaign edukasi dilakukan bertahap, rapih, dan smooth.
- Kualitas & harga: jadikan penghematan dari royalti sebagai harga lebih kompetitif & after-sales yang kuat. Artinya, karena mereka sudah punya bargaining power, masuk ke market Indonesia dengan memberikan harga yang dilirik, sehingga transisi ini mudah dirasakan oleh konsumen, bahkan konsumen yang loyal.
- Supply chain: Karena sudah memiliki fleksibilitas, maka audit kualitas produk dan juga dari pemasok lokal harus diperhatikan agar bisa selalu memenuhi demand. Jangan sampai konsumen merasa ada ketidaksanggupan AZKO dibandingkan brand lamanya, ACE. Ini sangat penting
- Omnichannel / SEO: Transisi dengan detail dan menyeluruh, bahkan sampai konsumen tidak merasa ada perubahan. Bahkan jadi jauh lebih baik. Susun ulang juga konten edukasi mengenai transisi “ACE→AZKO”.
Pemikiran untuk ilmu International Business Management:
- Masalah utama: ketergantungan lisensi = royalti & fleksibilitas terbatas.
- Solusi strategis: own brand → lebih luwes di produk & harga (glocalization).
- Implikasi eksekusi: bangun ulang merek, rapikan supply chain & omnichannel.
- Ukuran keberhasilan: awareness AZKO, price–value perception, inventory turns, pertumbuhan trafik & konversi online, dan Net Promoter Score (metrik sederhana untuk mengukur loyalitas dan potensi word-of-mouth)
Rebranding seperti ACE→AZKO hanya “menang” kalau efisiensi lisensi benar-benar terlihat di rak toko (harga/variasi) dan terasa di layanan. Dan jika itu bisa yakin untuk dijalankan, maka itulah strategi cara mengubah keputusan korporat jadi nilai tinggi untuk konsumen.
Comments :