Dalam 5 Hofstede’s Cultural Dimensions terdapat 5 aspek yang dapat mempengaruhi mengenai pemikiran kita terhadap suatu organisasi. Berikut ini adalah aspek – aspek yang mempengaruhi pemikiran kita :

  1. Power Distance

Menurut Hofstede, “power distance” adalah suatu tingkat kepercayaan atau penerimaan dari suatu power yang tidak seimbang di antara orang. Budaya di mana beberapa orang dianggap lebih superior dibandingkan dengan yang lain karena status sosial, gender, ras, umur, pendidikan, kelahiran, pencapaian, latar belakang atau faktor lainnya merupakan bentuk power distance yang tinggi. Pada negara yang memiliki power distance yang tinggi, masyarakat menerima hubungan kekuasaan yang lebih autokratik dan patrenalistik. Sementara itu budaya dengan power distance yang rendah cenderung untuk melihat persamaan di antara orang dan lebih fokus kepada status yang dicapai daripada yang disandang oleh seseorang.

  1. Uncertainty Avoidance

Salah satu dimensi dari Hofstede adalah mengenai bagaimana budaya nasional berkaitan dengan ketidakpastian dan ambiguitas, kemudian bagaimana mereka beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Pada negara-negara yang mempunyai uncertainty avoidance yang besar, cenderung menjunjung tinggi konformitas dan keamanan, dan memilih menghindari risiko dan mengandalkan peraturan formal dan juga ritual. Kepercayaan hanyalah diberikan kepada keluarga dan teman yang terdekat. Akan sulit bagi seorang negotiator dari luar untuk menjalin hubungan dan memperoleh kepercayaan dari mereka.

Pada negara dengan uncertainty avoidance yang rendah, mereka memiliki toleransi yang lebih tinggi untuk menghadapi ketidakpastian, mereka cenderung lebih bias untuk menerima risiko, dapat memecahkan masalah, dimana memiliki struktur organisasi yang flat, dan memilki toleransi terhadap ambiguitas. Bagi orang dari masyarakat luar atau yang berbeda, mereka akan lebih mudah untuk menjalin hubungan dan memperoleh kepercayaan terhadap masyarakat luar yang baru tersebut.

Dimensi Penghindaran Ketidakpastian harus dapat dilaksanakan berdasarkan fakta bahwa masa depan yang tidak dapat diketahui: Haruskah kita mencoba untuk mengendalikan masa depan atau hanya membiarkan hal itu terjadi ? Ambiguitas dapat membawakan kecemasan dan budaya dari setiap negara telah dapat mengatasi kecemasan ini dengan cara yang berbeda. Sejauh mana para anggota budaya merasa terancam oleh situasi ambigu maka dengan perasaan terancam tersebut,  dapat menciptakan keyakinan dan lembaga yang mencoba untuk menghindarinya. Dan ini yang akan dihitung untuk dimasukan pada skor Penghindaran Ketidakpastian suatu budaya.

  1. Individualism / Collectivism

Individalisme dan kolektivisme merupakan salah satu dari aspek yang ada pada 5 Hofstede’s Cultural Dimensions. Dimana dapat melakukan penilaian terhadap suatu budaya agar dapat cepat beradaptasi pada suatu budaya baru. Dalam konsep individualisme, dimana masyarakat sekitar lebih mengfokuskan dirinya untuk bersosialisasi kedalam suatu kelompok. Dan didalam grup masyarakat Individualisme, mereka lebih mementingkan terhadap dirinya dan keluarga dekatnya. Tidak mempedulikan yang berada diluar kelompok yang ada.  Masyarakat Individualisme ini lebih menekankan kepada kata ” Saya” dibandingkan “Kami”. Menjadikan diri mereka menjadi lebih individu yang tidak mempedulikan yang berada dalam kelompok mereka, demi mencapai kebutuhan yang diperlukan.

Berbeda dengan Individualisme, dalam suatu negara yang memiliki pemikiran kolektivisme, masyarakatnya tidak hanyak memikirkan akan kelompoknya sendiri tetapi juga lebih dapat untuk bersosialisasi dengan kelompok lainnya. Dengan bersikap lebih sosialisasi, untuk mendapatkan sifat loyalty dari masyarakat yang berada diluar anggota. Dikarenakan telah bersikap lebih mempedulikan yang lainnya dibandingkan menfokuskan pada diri sendiri.

  1. Masculinity / Femininity

Masculinity dan Feminity berkaitan dengan nilai perbedaan gender yang ada dalam masyarakat. Masculinity/Femininity dapat dibedakan dengan melihat dari budaya pada negara tersebut. Dimana masculinity sangat mementingkan keberhasilan sedangkan feminity sangat mementingkan hubungan antar manusia. Berikut adalah penjelasan lebih detail dari Masculinity dan Feminity.

Masculinity merupakan pola pikir masyarakat yang membedakan secara tegas peran gender dimana kaum pria lebih bersifat asertif, kompetitif serta tegas. Sementara para kaum wanita diharapkan bersifat lebih lunak, memperhatikan kualitas hidup anak dan keluarga. Secara umumnya Masculinity memiliki nilai-nilai masyarakat yang sangat dominan yakni keberhasilan dan kemajuan ekonomi, serta uang dan harta benda lainnya dianggap sangat penting.

Feminity adalah pola pikir masyarakat yang tidak tegas membedakan peran masing-masing gender, dimana baik pria maupun wanita dituntut lebih kompetitif namun disaat yang sama juga dapat diharapkan dapat kooperatif. Secara umum, Feminity  memiliki nilai-nilai masyarakat yang sangat dominan yakni peduli dan menjaga hubungan dengan orang lain, manusia jauh lebih penting daripada harta benda, demikian juga hubungan baik antar manusia, baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran yang sama.

  1. Short-term vs long term orientation.

Dimensi ini memiliki istilah lain sebagai Konghucu Dinamisme . Dimana masyarakat yang memiliki orientasi jangka panjang atau long term orientation lebih mementingkan masa depan mereka. Mereka mendorong nilai-nilai pragmatis dan berorientasi pada penghargaan, ketekunan, tabungan dan kapasitas adaptasi terhadap lingkungan mereka. Dengan mementingkan masa depan, maka masyarakat akan lebih cepat untuk menerima perubahan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik dibandingkan masa sekarang.

Berbeda dengan long- term orientation, Masyarakat yang memiliki dimensi orientasi hubungan jangka pendek atau short term orientation adalah mereka akan lebih mementingkan nilai yang dipromosikan terkait dengan masa lalu dan sekarang, termasuk kestabilan, menghormati tradisi, menjaga penampilan di muka umum, dan memenuhi kewajiban-kewajiban sosial. Sulit untuk melakukan perubahan karena terlalu menghormati tradisi.

Hofstede’s Analysis German Country

Berdasarkan dari teori mengenai aspek pada 5 hofstede’s cultural dimensions yang ada diatas, kami menerapkannya pada Negara German untuk mengetahui akan pemikiran budaya pada negara tersebut. Berikut adalah gambar grafik mengenai aspek – aspek hofstede’s cultural dimensions yang ada pada negara German.

  1. Power Distance in German

Berdasarkan sumber geert-hofstede.com, data statistik tingkat power distance di Jerman tergolong cukup rendah yaitu hanya mencapai angka 35. Dalam kasus kesetaraan gender, German telah melakukan beberapa upaya dalam agar tidak ada kejadian diskriminasi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan. Khususnya yang terjadi pada Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret. Upaya pemerintah untuk menyetarakan gender dilakukan dengan cara mengesahkan Undang-undang yang mewajibkan perusahaan besar di negara German menempatkan 30% perempuan untuk menduduki posisi direktur perusahaan pada 2016. Persentase tersebut akan ditingkatkan menjadi sebanyak 50% di tahun 2018.

Sejumlah perusahaan besar German, seperti Adidas dan jasa keuangan Allianz sudah memenuhi undang-undang mengenai 30% perempuan yang menduduki posisi direktur. Namun banyak perusahaan lain, seperti Volkswagen yang hanya memiliki 15% perwakilan perempuan yang menduduki dewan direksi. Sementara itu, ribuan perusahaan kecil lainnya di German juga perlu untuk menetapkan target perwakilan peremuan di dewan pengawas dan menduduki komite eksekutif. Kuota baru sebanyak 50% ini juga akan berlaku untuk posisi kepemimpinan senior di sektor public pada 2018.

  1. Uncertainty Avoidance in German

            Jerman adalah salah satu negara uncertainity avoidance (65); skor ini pada ujung yang tinggi, sehingga ada preferensi sedikit untuk uncertainity avoidance. Sejalan dengan warisan filosofis Kant, Hegel dan Fichte ada preferensi yang kuat untuk pendekatan deduktif daripada induktif, baik itu dalam berpikir, menghadirkan atau perencanaan: sistematis gambaran harus diberikan untuk melanjutkan suatu fakta. Hal ini juga tercermin oleh sistem hukum. Suatu hal yang dibuat secara Rincian sama-sama penting untuk menciptakan kepastian bahwa topik tertentu adalah benar. Jerman lebih memilih untuk mengimbangi ketidakpastian yang lebih tinggi dengan sangat mengandalkan keahlian. Jerman tidak tertarik pada ketidakpastian, dengan merencanakan segala sesuatu dengan hati-hati mereka mencoba untuk menghindari ketidakpastian. Di Jerman ada masyarakat yang bergantung pada aturan dan undang-undang. Jerman ingin mengurangi risiko untuk minimum dan lanjutkan dengan perubahan langkah demi langkah

  1. Individualism / Collectivism in German

Dalam negara German, dapat dilihat dari tabel yang ada bahwa angka yang ada pada tabel menunjukkan angka yang sangat tinggi sebanyak 67. Dengan angka tersebut dapat diketahui bahwa negara German merupakan negera yang bersifat Individualist.. Ini terlihat dari masyarakat German lebih memiliki percaya diri yang sangat tinggi terhadap Self-actualization pada diri mereka sendiri. Yang banyak memikirkan untuk bagaimana supaya dapat lebih memperoleh hak serta achievement yang ada pada diri mereka sendiri, tentu dalam lungkungan masyarakat, kerja sama dalam suatu kelompok itu sangatlah penting. Akan tetapi bagi masyarakat yang bersifat individualisme ini, hak untuk mengeluarkan pendapat adalah biasa, karena dapat saja mementingkan dalam suatu hasil diskusi dan mendapatkan penilaian lebih untuk individunya.

Dalam negara German yang memiliki budaya akan individualisme, suatu keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak. Akan lebih fokus menjalankan hubungan antara orang tua dan anaknya saja dibandingkan diharuskan untuk melakukan hubungan dengan tante, atau paman yang merupakan keluarga jauhnya. Ini akan berbeda dengan negara yang memiliki kebuadaan Kolektivisme, seperti Negara Guatemala yang memiiki grafik sebanyak 6 (strong collectivisme).

  1. Masculinity / Femininity in German

Berdasarkan uraian teori yang ada, dapat dikatakan bahwa budaya yang berkembang pada masyarakat umumnya berada di suatu wilayah negara dapat dilihat dari perbedaan gender yang direpresentasikan oleh tingkat masculinity serta feminity pada masyarakat tersebut. Pada negara German, dilihat bahwa German lebih dominan pada Masculinity karena memiliki skor 66 (https://geert-hofstede.com/germany.html), pada skor ini menunjukkan bahwa masyarakat akan didorong untuk lebih berkometisi, berprestasi serta menunjukkan keberhasilan. Dengan keberhasilan tersebut yang harus ditetapkan menjadi yang terbaik di lapangan.  Di German, kinerja sangat dihargai dan merupakan awal yang diperlukan. Budaya di German juga dapat dikatakan sebagai “Orang hidup untuk bekerja”, status ini sering diperlihatkan (dipamerkan) untuk mengingatkan budaya pada negara German. Nilai yang rendah pada feminity berarti nilai-nilai dominan dalam masyarakat yang lebih bersifat menjaga dan merawat orang lain serta kualitas hidup orang-orang German juga rendah tidak tinggi.

  1. Short-term vs long term orientation in German

Berdasarkan dari data yang ada, dapat dilihat bahwa negara German merupakan negara yang memiliki budaya Long term orientation dengan poin sebanyak 83. Masyarakat negara German merupakan masyarakat dengan orientasi pragmatis. Mereka percaya bahwa kebenaran sangat tergantung pada situasi konteks dan waktu, Dimana mereka akan lebih bersikap tergantung pada kondisi yang ada. Mereka menunjukkan kemampuan untuk beradaptasi pada tradisi dengan mudah dalam kondisi yang berubah- ubah tidak memerlukan waktu yang panjang, Kecenderungan yang kuat ini dapat dilakukan untuk menabung dan berinvestasi, dan ketekunan dalam mencapai hasil yang diinginkan untuk mendapatkan kesuksesan pada masa depan, tidak terpaku pada masa sekarang atau masa lalu.

Referensi

https://en.wikipedia.org/wiki/Hofstede’s_cultural_dimensions_theory

https://geert-hofstede.com/germany.html

http://bisnis.liputan6.com/read/2187398/30-posisi-direktur-wajib-ada-wakil-perempuan-di-jerman

http://www.businessmate.org/Article.php?ArtikelId=4