Behavior Intention terhadap Penggunaan E-Book pada Milenial di Jakarta (Part 2)

Oleh: Karina Liawinardi, SE (Alumni of International Marketing)

(Bersambung dari: Behavior Intention terhadap Penggunaan E-Book pada Milenial di Jakarta)

Pertumbuhan dari smartphone dan internet merupakan suatu opportunity untuk perluasan dan pengembangan pasar e­-book. Aplikasi e-reader asal Indonesia, Scoop, telah menerbitkan sebuah infografik mengenai kondisi e-publishing di Indonesia. Aplikasi Scoop telah di-download sebanyak 1,5 juta dan 30 persen diantaranya adalah pengguna aktif. Aplikasi Scoop memiliki 650 majalah, 10,000 buku dan 55 surat kabar. Infografik ini mengungkapkan bahwa sebagian besar pengguna aplikasi e-reader adalah para pria dan mayoritas menggunakan perangkat iOS. Pembaca terbanyak didominasi dari pulau Jawa. (Tech in Asia, 2014)

E-book telah didefinisikan dalam berbagai perspektif. (Jin, 2014) mengatakan bahwa e-book didefinisikan sebagai versi digital dari terbitan buku yang terdiri dari kata-kata dan gambar dan (Walters, 2014) juga mendefinisikan e-book sebagai perangkat mobile yang memberikan kemudahan bagi orang yang memperolehnya tanpa memperhatikan waktu dan tempat. Perbedaan e-book dengan buku digital adalah buku dicetak di atas kertas dan e-book dapat diunduh via perangkat elektronik dan di lokasi manapun.

Di masa depan diperkirakan bahwa orang-orang akan mengganti buku digital dengan e-book untuk penggunaan di kelas. Hal ini disebabkan fakta bahwa e-book memiliki karakteristik layar beresolusi tinggi dan mudah dibaca, mudah diterima dan dapat mengirimkan file melalui smartphone. Perangkat mobile seperti smartphone memiliki memori yang lebih besar untuk menyimpan banyak file buku sekaligus. (Surjandy, 2017)

Kebutuhan akan akses terhadap bahan bacaan dari pasar yang tersedia telah membuat Perpusnas berupaya untuk mengubah paradigma konvensional masyarakat Indonesia. Perpustakaan tidak lagi diharapkan untuk menunggu pengunjung, tetapi perpustakaan dengan teknologi informasi yang ada harus menjangkau masyarakat. Pemanfaatan teknologi informasi ini dikembangkan oleh Perpusnas melalui 3 program, yaitu: Indonesia One Search, iPusnas dan e-Resources. (Kumparan, 2017)

Indonesia One Search merupakan situs pencarian yang terintegrasi dengan koleksi publik yang dimiliki oleh perpustakaan, museum, arsip dan sumber elektronik di Indonesia. Hingga saat ini, terdapat 4.282.984 entri hasil kerja sama dengan 561 institusi, 626 perpustakaan dan 2.582 repositori. Indonesia One Search terkoneksi dengan berbagai koleksi publik yang dimiliki oleh lembaga-lembaga dalam negeri.

E-Resources memfasilitasi seseorang untuk mengakses filefile yang terkoneksi dengan berbagai lembaga internasional. Koleksi e-Resources milik Perpusnas berjumlah sekitar 1,4 juta eksemplar.

iPusnas merupakan aplikasi yang memungkinkan seseorang untuk membaca dan meminjam buku secara gratis dan bersifat offline. Sekitar 20.000 judul buku tersedia secara gratis dan utuh dalam aplikasi iPusnas ini. Hingga akhir tahun 2016, sebanyak 14.326 pemustaka aktif meminjam dan membaca buku melalui aplikasi ini. Layanan online yang disediakan oleh Perpustakaan Nasional ini tampak menjanjikan dan memperluas media yang menyediakan bahan bacaan bagi masyarakat. Dari sekitar 5.099.599 pemustaka, 85 persen atau sekitar 4,3 juta orang menggunakan layanan online, sementara 773 ribu lainnya langsung datang ke perpustakaan. Jangkauan ini diharapkan semakin berkembang di masa depan.

Di DKI Jakarta sendiri telah dihadirkan sebuah inovasi baru oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DKI Jakarta guna meningkatkan minat membaca warga DKI Jakarta. BPAD menghadirkan sebuah aplikasi yang bernama i-Jakarta. Aplikasi ini memudahkan masyarakat untuk membaca, mereka hanya tinggal mengunduh aplikasi i-Jakarta melalui website http://iJakarta.id, dan unduhan tersebut dapat dilakukan melalu smartphone ataupun komputer. (Tech in Asia, 2016) Hingga Maret 2016, jumlah pembaca perpustakaan digital dengan aplikasi i-Jakarta di DKI sudah mencapai 16.000 lebih. Saat ini, rata-rata pengunjung atau pembaca di perpustakaan digital ini berkisar 100-200 orang per hari. Data tersebut dapat terlihat jelas lokasi dan identitas pembacanya, termasuk jenis buku dan judul yang dibaca melalui jaringan yang dimiliki BPAD DKI Jakarta.

Meskipun berbagai program dan aplikasi untuk membaca e-book telah ditingkatkan, minat membaca di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara lainnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh UNESCO, indeks minat membaca di Indonesia hanya 0,001 atau dari 1000 penduduk Indonesia, hanya 1 orang yang membaca buku. Angka melek huruf untuk penduduk dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen. Angka ini membuat Indonesia tertinggal jauh dibandingkan Malaysia yang telah mencapai 86,4 persen. (MetroTvNews.com, 2016) Jumlah rasio buku yang dibaca oleh masyarakat Indonesia pun sangat jauh berbeda dengan negara-negara besar ain di Asia, Eropa dan Amerika. Di Amerika, setiap penduduk membaca sekitar 20-30 buku tiap tahunnya. Di Jepang setiap penduduk membaca setidaknya belasan buku tiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia tidak sampai 1 buku dibaca per kapita tiap tahunnya. Sangat disayangkan bila masyarakat Indonesia lebih memilih menonton televisi dibandingkan membaca buku, jurnal ataupun surat kabar.

Berdasarkan data UNESCO, minat baca masyarakat yang hanya 1:1.000. Artinya, dari 1.000 penduduk Indonesia, hanya satu yang memiliki minat baca. Sisanya, 999 orang, kurang memiliki keinginan untuk membaca. Riset berbeda bertajuk “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Cenral Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal dari segi penilaian infrastruktur yang mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa, seperti penyediaan e-book. (Republika.co.id, 2016)

Hasil yang sama ditunjukkan dari hasil preliminary research yang telah dilakukan oleh penulis pada 111 responden. Dari 111 responden, terdapat 98 responden (88%) yang pernah menggunakan e-book dan sebanyak 13 (12%) responden belum pernah menggunakan e-book. Ironisnya, meskipun terdapat 98 responden (88%) yang pernah menggunakan e-book, terdapat kecenderungan untuk menggunakan printed book dibandingkan e-book yang dapat dilihat pada gambar 1.3. Dari 111 responden yang tersebut, hanya terdapat sebanyak 36 responden (32%)  yang memilih menggunakan e-book dan terdapat responden sebanyak 75 responden (68%) yang memilih menggunakan printed book.

Penulis mengajukan pertanyaan kepada 75 responden (68%) yang memilih lebih menggunakan printed book dibandingkan e-book, apakah mereka bersedia untuk mencoba menggunakan e-book atau tidak. Dan terdapat 35 responden (46%) yang mempunyai niatan untuk mencoba menggunakan e-book, 32 responden (43%) yang mungkin akan mencoba menggunakan e-book dan 8 responden (11%) yang tidak mempunyai niat untuk menggunakan e-book. Hal ini menunjukkan bahwa biarpun 75 responden (68%)  lebih memilih menggunakan printed book, persentase responden yang mempunyai niat untuk mencoba menggunakan e-book lebih besar dibandingkan yang tidak mempunyai niat untuk mencoba menggunakan e-book.

(Bersambung ke: Behavior Intention terhadap Penggunaan E-Book pada Milenial di Jakarta (Part 3))