Contemporary Issues in Strategic Management of Digital Era: Revisited Concepts and Findings
Beberapa tahun terakhir ini, istilah Industri 4.0 sudah menjadi terminologi populer dalam dunia bisnis. Hampir semua perusahaan berbenah diri atau bertransformasi dalam menyambut era Industri 4.0 ini, yang ciri utamanya adalah keterhubungan antar piranti dan gawai dengan didukung teknologi internet dan digital. Jika konsep Industri 4.0 fokusnya adalah pada evolusi praktek bisnis sejalan dengan perkembangan teknologi, maka baru-baru ini muncul lagi sebuah konsep baru yang dikenal sebagai Society 5.0 alias Masyarakat Tahapan Kelima. Seperti namanya, maka konsep Society 5.0 lebih berfokus pada evolusi kegiatan utama masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dari masa ke masa. Premis utama konsep ini adalah pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi seharusnya bertujuan untuk mensejahterakan semua orang, bukan hanya sebagian kalangan elite atau hanya yang kaya. Dalam hal ini, teknologi Big Data dan Internet of Things (IoT) yang didukung oleh kecerdasan buatan (AI) akan menjadi tumpuan dalam melayani seluruh kebutuhan masyarakat. Beberapa teknlogi seperti sensor dan robot dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan seperti inspeksi dan perawatan alat. Selain itu, penggunaan teknologi tersebut juga dapat digunakan untuk mendeteksi tempat-tempat yang membutuhkan perawatan, sehingga dapat dilakukan lebih awal. Di sisi perusahaan, jika kita berbicara mengenai transformasi digital tentunya tidak bisa tidak perusahaan harus mampu mengintegrasi elemen teknologi digital ke dalam keseharian operasional organisasi. Di Indonesia memang masih dirasakan ada kendala di banyak organisasi dalam melakukan transformasi digital. Teknologi digital masih dianggap belum aman, mirip dengan situasi era tahun 70- an di mana banyak masyarakat merasa lebih aman menaruh uangnya di bawah bantal dibandingkan menyimpannya di bank. Perusahaan saat ini masih banyak yang menganggap bahwa menyimpan data di cloud kurang aman, lebih aman menyimpan di sistem pengarsipan milik sendiri. Padahal saat ini teknologi cloud sudah sangat berkembang dengan maraknya solusi-solusi berbasis cloud. Kendala lainnya adalah di kapasitas SDM Indonesia yang kurang melek teknologi digital. Kesimpulannya, semua sepakat bahwa transformasi digital perlu dan menjadi sebuah keniscayaan, tetapi prosesnya masih mengalami banyak kendala dan hambatan. Di balik semua peristiwa, selalu ada hikmah yang dapat dipetik untuk menjadi bahan pembelajaran (blessings in disguise). Hal ini juga berlaku pada transformasi digital yang mendapatkan momentum akselerasi secara tak terduga, dengan adanya pandemi Covid 19 di awal tahun 2020. Pandemi telah mengakibatkan jutaan karyawan dan pekerja profesional bekerja dari rumah (Work from Home) untuk mengurangi penyebaran virus. Perusahaan mau tidak mau harus memindahkan sebagian aktivitas dan proses bisnisnya ke jalur daring (online) agar tetap survive. Perusahaan yang belum punya kesiapan untuk mengadopsi transformasi digital akan tersapu, hilang dari medan persaingan, sedangkan perusahaan yang sudah mempersiapkan infrastruktur digital sejak sebelum muncul pandemi, menjadi makin cepat didorong untuk bertransformasi. Dalam rangka mencemati fenomena perubahan lansekap bisnis seperti uraian di atasa, maka beberapa alumni program DRM (Doctor of Research in Management), Bina Nusantara University terpanggil untuk memberikan sumbangan pemikiran, ide, dan gagasan, agar pemikiran dan pengembangan ilmu manajemen khususnya di Indonesia tetap dapat terus maju dan adaptif terhadap perkembangan jaman. Untuk edisi perdana ini, ada 12 (dua belas) artikel yang karya alumni DRM yang muncul. Sebagai editor, saya membagi keduabelas artikel tersebut ke dalam 4 (empat) tema besar, yaitu “Organization and Leadership”, kemudian “Customer and Market Offering”, dilanjutkan dengan tema “Technology and System”, dan diakhiri dengan tema “Culture and Orientation”. Empat tema itulah yang harus terus dicermati dan disiapkan perusahaan ketika mereka berproses, bertransformasi menjadi entitas dengan kapabilitas digital yang mumpuni. George Westerman dalam artikelnya di MIT Sloan Management Review edisi Spring 2018 mengingatkan bahwa transformasi digital bukanlah berarti semata-mata penggunaan teknologi untuk menambah nilai pada model bisnis atau proses bisnis yang ada sekarang. Kata kuncinya bukanlah di Digital tetapi di Transformasi. Sebagai contoh, ecommerce bukanlah berarti market place di internet, tetapi adalah cara baru melakukan penjualan. Analytics bukanlah berarti basis data dan algoritma komputer, tetapi adalah cara lebih detil untuk mengenali pelanggan atau cara lebih akurat dalam melakukan optimasi proses produksi dll. IoT bukanlah mengenai kode RFID, tetapi adalah cara efisien untuk pertukaran data dan sinkronisasi secara real time antar elemen dalam sistem bisnis. Intinya, Westerman mengatakan bahwa yang diperlukan perusahaan saat ini bukanlah sebuah Strategi Digital, tetapi Strategi Transformasi, yang dimampukan (enabled) oleh teknologi digital. Semoga sumbangan pemikiran dari para alumni DRM ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi anda, para praktisi dan peneliti bidang Manajemen, dan khalayak luas. Selamat membaca. Salam Transformasi, Editor
Furinto, A., Saputra, N. & Abdinagoro, S. B. (2020). Contemporary Issues in Strategic Management of Digital Era: Revisited Concepts and Findings. Jakarta: Artha Karya Pusaka