3 Faktor Gig Ekonomi dalam Perusahaan
Gig Economy memiliki arti suatu kondisi perekonomian di mana terjadi pergeseran status para pekerja perusahaan, yang umumnya merupakan tenaga kerja permanen menjadi karyawan kontrak sementara (short-term contract), independent workers, maupun karyawan tidak tetap (temporary workers).
Para perusahaan utamanya industri kreatif kelas menengah dan startup saat ini cenderung lebih efektif menerapkan Gig Economy. Pasalnya, dengan memanfaatkan tenaga kerja freelancer yang memiliki kemampuan tak jauh berbeda dengan pekerja tetap, mereka bisa mengurangi pengeluaran yang seharusnya diberikan kepada pekerja tetap (asuransi kesehatan, Tunjangan Hari Raya, dsb).
Di Indonesia, gig economy berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Mengacu pada data Bloomberg, sepertiga dari 127 juta masyarakat Indonesia yang bekerja masuk pada kategori freelance dengan jam kerja di bawah 35 jam per minggunya. Angka fantastis ini tidak lepas dari digitalisasi dan automisasi yang terjadi di era industry 4.0 di mana pekerjaan dapat dilakukan di mana dan kapan saja.
Namun, selayaknya koin yang memiliki dua sisi, tidak segalanya tentang gig economy menawaran keuntungan. Ada beberapa resiko dalam implementasi gig economy, utamanya yang dirasakan oleh gig employment.
- Sebelum menjadi gig employment,calon pekerja harus melalui proses seleksi yang ketat melawan ribuan pelamar lain dan tidak transparan.
- Pekerjaan pun tidak selalu tersedia atau sejalan dengan kompetisi yang dimiliki oleh para calon pekerja.
- Dalam urusan hukum, hingga kini, para freelancerini masih belum memiliki payung regulasi yang melindungi mereka. Status mereka secara hukum masih terombang-ambing, tidak dapat diklasifikasikan sebagai karyawan ataupun pengusaha ‘kecil’.
Selain itu, ada 3 alasan utama mengapa perusahaan yang menerapkan gig economy bisa membuat para karyawan merasa lebih bahagia di tempat kerja :
- Mengurasi frustasi saat kerja.
Strategi efektif untuk mengatasi kesenjangan akan talent atau beban kerja yang meningkat signifikan adalah dengan mempekerjakan pekerja lepas. Para pekerja yang dibebani dengan tugas-tugas tambahan yang menuntut keahlian yang tidak mereka kuasai akan harus berjuang untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.Hal ini membuat mereka tertekan, membuat frustasi teman kerja tim mereka, dan mempengaruhi produktivitas. Seiring dengan kenaikan jumlah karyawan yang tidak bahagia, akan naik pula resiko dimana para karyawan menyebarkan berita negatif yang dapat mematahkan reputasi perusahaan-perusahaan terbaik sekalipun.
- Waktu yang lebih banyak untuk fokus pada peningkatan karier dan rencana pengembangan para karyawan
Memperhatikan perkembangan karier dan pelatihan karyawan Anda merupakan hal yang penting. Hal ini dapat meningkatkan tingkat kebahagiaan mereka. Dengan adanya pekerja kontingen yang dipekerjakan untuk menyelesaikan proyek-proyek ad hoc, waktu yang dihabiskan untuk hal-hal remeh dan rasa stress dalam menghadapi keluhan pelanggan dapat diubah menjadi alur kerja operasional yang lebih lancar, manajemen waktu yang lebih baik, dan pelanggan yang lebih puas.
- Biaya yang lebih rendah yang artinya reward yang lebih baik bagi talent anda saat ini
Ada 29% responden yang menginginkan kenaikan gaji di tahun 2017, dibandingkan dengan 26% responden di tahun 2016. Hal ini berarti penjualan atau sales harus ditingkatkan atau biaya harus dikurangi untuk memenuhi kebutuhan ini. Salah satu caranya adalah dengan mempertahankan karyawan dalam jumlah yang lebih sedikit.
https://www.wartaekonomi.co.id/read221527/apa-itu-gig-economy
http://news.unair.ac.id/2019/06/10/tren-gig-economy-di-indonesia-membawa-berkah-atau-malapetaka/