PENERAPAN TEORI OPPORTUNITY COST DALAM SEKTOR PELAYANAN DI KAWASAN PERBANKAN

Zaman sekarang bank merupakan sebuah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit. PT. Bank Central Asia Tbk ialah bank swasta terbesar di Indonesia yang fokus pada bisnis perbankan transaksi serta menyediakan fasilitas kredit dan solusi keuangan untuk konsumen. Pada akhir Maret 2019, BCA melayani 19,5 juta rekening nasabah dan memproses jutaan transaksi setiap harinya yang didukung oleh 1.246 kantor cabang. Oleh karena itu, BCA selalu memberikan customer service yang berkualitas karena aktivitas transaksi banyak dilakukan bersama customer. Customer akan dilayani oleh Customer Service Officer (CSO) mapun teller sesuai dengan kebutuhan customer. Kita tahu bahwa kantor cabang BCA yang banyak tetap saja tidak menjadi solusi ampuh untuk mengatasi antrean panjang customer. Antrean tersebut membuat customer kurang puas akan pelayanan yang diberikan oleh BCA karena customer harus menunggu cukup lama untuk dilayani. Lalu beberapa cara kerja CSO dan teller juga kurang cepat dalam melayani kebutuhan customer. Hal tersebut dianggap wajar karena keterbatasan kemampuan penggunaan manusia dalam pekerjaan adalah dalam kecepatan kerjanya. Masalah yang dihadapi BCA erat kaitannya dengan teori customer perception dan customer expectation. Artinya terdapat kesenjangan besar antara ekspetasi dan realita pelanggan yang dapat menyebabkan pelanggan tidak puas lalu meninggalkan bank pilihannya. Ekspetasi customer adalah dilayani dengan cepat. Akan tetapi, pada kenyataannya customer harus mengantre dan menunggu yang cukup lama. Lalu bagaimana cara BCA menciptakan pelayanan yang baik kepada customer mereka?

Cara yang digunakan oleh BCA untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menerapkan teori opportunity cost. Teori ini bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada dengan seefisien mungkin. Maka dari itu, BCA harus bisa memperoleh alternatif tindakan terbaik dari berbagai alternatif yang ada. Seperti yang dibahas sebelumnya bahwa BCA adalah bank dengan antrean panjang yang membuat customer lelah menunggu. Hal ini berkaitan dengan perlu atau tidakkah penggantian tenaga kerja di bidang customer service dan teller menjadi mesin atau teknologi canggih. Penelitian terbaru Universitas Oxford menyebutkan bahwa 47% pekerjaan dapat digantikan robot. Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) akan menggantikan banyak pekerjaan yang sebelumnya hanya bisa dilakukan manusia. Dengan kata lain, perusahaan tidak perlu membayar biaya kesehatan, cuti, perjalanan dinas, dan sebagainya untuk pegawainya. Posisi

pekerjaan yang bisa digantikan robot, antara lain layanan aduan pelanggan (customer service) dan teller perbankan. Hal ini membuat BCA harus mengambil keputusan terbaik demi keberlangsungan kualitas pelayanan yang baik. Opportunity cost yang dilakukan BCA ialah memilih antara tetap menggunakan tenaga kerja manusia untuk customer service dan teller atau mengeluarkan modal untuk membuat mesin pengganti yang dapat mempercepat proses pelayanan kepada customer. BCA harus memilih satu keputusan lalu kesempatan yang hilang atau yang tidak terpilih akan masuk ke dalam teori opportunity cost.

Keputusan yang diambil BCA memiliki sisi positif dan negatifnya. Apabila BCA memutuskan untuk menggunakan mesin pengganti customer service dan teller maka akan terjadi adanya peningkatan kualitas pelayanan, jam kerja yang tidak terbatas, serta mengatasi masalah akan kurangnya keterampilan dan kecepatan jika dikerjakan oleh manusia. Kekurangannya adalah membutuhkan biaya awal yang cukup besar, terhambatnya aktivitas transaksi BCA jika terjadi kerusakan mesin, dan berkurangnya lapangan pekerjaan di bidang customer service dan teller yang mengakibatkan pengangguran. Oleh sebab itu, BCA disarankan untuk tetap menggunakan mesin robot pengganti customer service dan teller, tetapi tidak membuat pengurangan lapangan pekerjaan. Lalu bagaimana caranya? Sebaiknya BCA memberikan kelas pengajaran kepada pegawai customer service dan teller untuk melatih mereka agar terbiasa bekerja bersama mesin. Setelah itu, mereka dapat menggunakan mesin yang canggih untuk mengatasi kesalahan teknis pada mesin. Mungkin hal ini akan memberatkan pegawai customer service dan teller karena mereka harus belajar tentang bidang yang tidak mereka mengerti sebelumnya,, tetapi hal ini justru akan mempermudah pekerjaan dan mempercepat kegiatan transaksi di bagian front office.

Jadi, kesimpulannya adalah BCA harus memperoleh alternatif terbaik demi kepuasan customer pada pelayanan perbankan. Kualitas pelayanan yang tinggi dapat meningkatkan daya saing ekonomi bank tersebut yang otomatis membuat corporate level atau reputasi dari BCA akan meningkat. BCA harus bisa memahami dan meningkatkan proses operasional, mengidentifikasi masalah-masalah dengan cepat, membangun pengukuran kinerja tenaga kerja, serta dapat mengukur kepuasan pelanggan. Biasanya pelanggan akan membentuk harapan dari sebuah pelayanan. Apabila sesuai dengan harapan maka kepuasan pelanggan akan maksimal, tetapi apabila pelayanan tidak sesuai harapan maka pelanggan akan kecewa dan berpotensi meninggalkan tempat tersebut. Tak heran jika kualitas pelayanan yang baik merupakan sebuah prestasi atau pencapaian dalam layanan customer bagi bank.

Penulis: Elvina Natasha Stanley (2301937583); Emma Patricia Ruishaell S (2301936971)

 

Dr. Hendry Hartono SE., MM.