Analisis Permasalahan Kredit Macet dalam Bidang Perbankan di Indonesia
Pada saat ini, kebutuhan finansial di kalangan masyarakat, khususnya di negara berkembang semakin meningkat, mengingat semakin meningkatnya mobilitas dan aktivitas masyarakat. Segala aspek dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari transaksi perbankan. Contohnya, semakin maraknya kebutuhan konsumen untuk membuka rekening baru, transaksi tunai atau non-tunai, dan terutama pengajuan peminjaman kredit. Alhasil, pihak bank harus berupaya untuk memenuhi segala kebutuhan nasabahnya demi kelangsungan bank tersebut.
Dari berbagai kebutuhan konsumen tersebut, salah satu yang menjadi perhatian adalah peningkatan minat masyarakat untuk mengajukan peminjaman kredit di bank. Beberapa dari mereka sebetulnya mengambil kredit atau pinjaman untuk keperluan investasi dan sebagian yang lain memang menggunakan kredit atau pinjaman untuk keperluan konsumsi. Menurut penelitian, ada beberapa hal yang dapat mendorong calon nasabah untuk mengajukan kredit atau pinjaman yaitu terjadinya gap antara pendapatan dan pengeluaran, penghasilan yang tidak rutin,
kebutuhan akan tambahan dana untuk modal usaha, kebutuhan akan cadangan keuangan, dan peminjaman untuk melakukan investasi jangka panjang.
Berkenaan dengan meningkatnya permintaan kredit tersebut, muncullah masalah baru yang membuat bank kewalahan dalam menangani masalah kredit yang meningkat. Meningkatnya pengajuan kredit oleh masyarakat memiliki resiko yaitu kredit macet. Kredit macet adalah suatu keadaan dimana debitur baik perorangan atau perusahaan tidak mampu membayar kredit bank tepat pada waktunya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya peningkatan rasio non-performing loan (NPL) gross pada Februari 2019 mencapai 2,59 persen, atau naik dari 2,56 persen pada bulan sebelumnya. Rasio NPL bersih juga meningkat dari 1,13 persen menjadi 1,17 persen pada periode yang sama. Salah satu penyebab dari peningkatan kredit macet ini adalah kurangnya pengetahuan masyarakat atau nasabah tentang sistematika kredit itu sendiri. Masyarakat memenuhi kebutuhannya dengan pembayaran melalui kartu kredit tanpa memahami secara keseluruhan aturan dan konsekuensi dari penggunaan kartu kredit tersebut. Penyebab lain dari permasalahan kredit macet ini yaitu ketidakseimbangan antara jumlah customer service dengan jumlah nasabah yang terus meningkat sehingga ada nasabah yang kurang dibekali pengetahuan yang cukup mengenai produk kartu kredit yang dimilikinya. Lalu, muncul pula berbagai keluhan masyarakat berkaitan dengan masalah kredit ini, yaitu seperti tagihan-tagihan yang tiba-tiba melonjak, suku bunga yang sangat tinggi, penagihan oleh debt collector yang dianggap kurang manusiawi, dan lain sebagainya. Selain itu, dari sisi bank, pihak bank yang dianggap terlalu mengejar target penyaluran kredit menyebabkan pihak bank mengabaikan aspek analisis kredit, seperti pengelolaan informasi yang kurang baik, kurang efektifnya kebijakan dalam pemberian kredit, dan SOP analisis kredit yang buruk. Hal tersebut mengakibatkan kredit macet masih menjadi ancaman besar bagi bank yang belum dapat terselesaikan hingga saat ini.
Menurut kelompok kami, keluhan-keluhan nasabah tersebut dapat ditangani dengan beberapa solusi, seperti adanya video interaktif yang dibuat oleh pihak bank untuk memudahkan pemahaman masyarakat atas prosedur kartu kredit. Dengan video interaktif tersebut, tentunya dapat mengurangi tugas customer service dalam memberi pemahaman kepada nasabah, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien. Peningkatan layanan chatbot juga perlu dilakukan agar memudahkan nasabah untuk mengakses informasi perbankan terutama tentang masalah kredit. Selanjutnya, pihak bank perlu melakukan training terhadap karyawan-karyawannya terutama pada customer service dan analis kredit agar dapat memaksimalkan fungsinya dalam memberi informasi mengenai kredit dan mengantisipasi terjadinya kredit macet. Selain itu, pihak debt collector juga harus diberi pelatihan tambahan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan untuk kedepannya pihak bank harus lebih selektif dalam menyeleksi karyawan baru yang berhubungan langsung dengan nasabah seperti customer service dan analisis kredit. Di samping itu, perlu adanya penekanan terhadap prinsip 5C yang dijalankan oleh bank. Prinsip 5C sendiri merupakan singkatan dari Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral. Prinsip – prinsip tersebut merupakan wujud keselektifan bank dalam menentukan calon nasabah yang akan menerima kredit bank. Pada dasarnya, adanya prinsip 5C ini diadakan dengan harapan sebagai bahan referensi terutama bagi para analis kredit perbankan. Karena bank tentu tidak mau asal memberikan kredit mereka kepada nasabah. Oleh karena itu, pihak bank harus tetap berpegangan dalam prinsip ini meskipun jumlah nasabahnya terus meningkat.
Tentunya, permasalahan kredit macet ini merupakan masalah yang cukup serius bagi pihak bank-bank di Indonesia saat ini. Hal tersebut mengingat jumlah nasabah yang semakin meningkat sebanding dengan kebutuhan nasabah yang tidak terbatas akan tetapi tingkat pengetahuan akan hal tersebut masih sangat rendah. Dengan demikian, keberadaan solusi-solusi diatas diharapkan mampu mengatasi permasalahan kredit macet yang dialami baik oleh pihak bank pada khususnya maupun oleh nasabah pada umumnya. Dan juga, dengan diterapkannya solusi tersebut di setiap bank di Indonesia, diharapkan dapat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih baik lagi.
Penulis: Elsa Maryanti (2301937444); StefaniAnggraeni S (2301937835); Steven Johan (2301937854)