Peran E-WOM (electronic word of mouth) dalam Media Sosial di Indonesia

Word of mouth atau komunikasi dari mulut ke mulut dalam bidang pemasaran tidak asing lagi. Cara promosi ini sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu, sebelum ilmu pemasaran telah demikian berkembang seperti sekarang. Ketika seseorang (pelanggan) merasa puas dalam membeli/ memakai jasa atau produk/barang di suatu tempat, ia cenderung akan menceritakan pengalamannya tersebut kepada orang lain, khususnya kepada orang terdekatnya.
Saluran komunikasi personal ini bukan saja menjadi metode promosi yang efektif karena dapat menjadi iklan perusahaan, melainkan juga metode ini tidak membutuhkan biaya yang besar karena melalui pelanggan yang puas, rujukan atau referensi terhadap produk hasil produksi perusahaan akan lebih mudah tersebar kepada konsumen-konsumen lainnya.
Pada era digitalisasi seperti saat ini, WOM telah berubah nama menjadi e-WOM (electronic word of mouth). Memang ada perbedaan antara WOM dan e-WOM seperti yang disebutkan oleh Bruyn & Lilien (2008) berikut: 1) mereka berkomunikasi tanpa tatap muka; (2) informasi tersebut diberikan kepada penerima kembali tanpa meminta atau mencari. Namun, digitalisasi sebagai wujud dari perkembangan teknologi yang sangat pesat–yang tujuan utamanya memberikan kemudahan dan efisiensi dari berbagai segi, seperti efisiensi tenaga, biaya, prosedur, dll.—masih memandang e-WOM sebagai hal vital dalam bidang promosi.
Oleh karena itu saat ini banyak riset yang meneliti e-WOM dan implikasinya secara virtual. Khususnya, beberapa riset menyelidiki e-WOM dalam platform SNS (Social Networking Sites), seperti media sosial Facebook, Whatsapp, Twitter, Instagram, Google+, dst. Hal itu terjadi karena fakta bahwa e-WOM sekarang dianggap sebagai faktor yang paling dominan yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen (Bataineh, 2015). Pemahaman e-WOM di bidang marketing bisnis menjadi sangat penting, khususnya pemahaman e-WOM di situs jejaring sosial (SNS) karena media ini lebih populer pada komunitas online tempat konsumen memiliki potensi untuk menjangkau khalayak global dengan cepat dan mudah (Daugherty & Hoffman, 2014) (Yoo et al., 2013).
Paling tidak, ada lima fungsi dasar dari SNS berdasarkan penelitian Dick Stroud (2008): SNS menyediakan:
a. Sebuah profil yang dapat berisi foto, video dan atau suara. Profil merupakan halaman yang menjelaskan si pengguna sendiri. Bisa bersifat pribadi (tersedia untuk orang tertentu) dan publik (tersedia untuk semua orang atau mesin pencari).
b. Jaringan kontak. Pengguna bisa memilih dengan siapa mereka ingin berkomunikasi.
c. Pesan. Sebagian besar jaringan sosial anggota biasanya menggunakan pesan aplikasi bukan email.
d. Berbagi Konten. Di jejaring media sosial pengguna bisa bertukar pesan, foto, musik dan video.
e. Konten Nilai Tambah. Hubungan kemitraan antara SNS dan konten penyedia akan meningkatkan profil pengguna.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia, yakni 261 juta jiwa (BPS 2017), juga memiliki pengguna media sosial, Facebook teraktif terbanyak ke-4 dunia, yakni 111 juta pengguna, setelah AS, India, dan Brazil. Maka sangat menarik mencermati perilaku pengguna media sosial (konsumen Indonesia), khususnya Facebook dalam menyebarkan informasi atau melakukan e-WOM. Salah satu penelitian yang menarik adalah penelitian pada pengguna Facebook di Indonesia yang melihat pengaruh hubungan sosial pengguna Facebook terhadap intensitasnya melakukan e-WOM (Saragih M., 2016). Ada empat variable yang diteliti untuk mengungkapkan apa yang memotivasi orang-orang melakukan e-WOM. Apa saja yang merupakan faktor pendorongnya.
1) Social Capital. Yakni kombinasi dari banyak sumber daya melalui interaksi sosial, seperti informasi, kepercayaan, interpersonal, dukungan emosional, gagasan, dan kerja sama bagi konsumen. Social capital terbagi dua, yakni Bridging Social capital dan Bonding Social Capital. Keduanya berkaitan tetapi tidak sama karena terjadi dalam situasi yang berbeda. Bridging Social Capital terbentuk ketika orang-orang dengan latar belakang berbeda membangun hubungan antara jaringan sosial. Sedangkan Bonding Social Capital, terjadi ketika orang-orang dalam ikatan seperti keluarga dan teman dekat, memberikan dukungan emosional atau substantif satu sama lain. Dalam Bridging SC, individu seringkali hanya memiliki hubungan sementara, sedangkan dalam Bonding SC, individu memiliki hanya sedikit perbedaan dalam latar belakang mereka, karena itu memiliki hubungan pribadi yang baik.
2) Trust. Konsumen biasanya menggunakan ulasan pada SNS (situs jejaring sosial) pribadi yang mereka percayai untuk mengambil keputusan. Kepercayaan ini juga mendorong orang untuk berbagi informasi dan mempromosikan produk melalui situs jejaring sosial mereka. Oleh karena itu trust, kepercayaan dianggap membantu arus informasi dalam jejaring sosial yang meningkatkan komunikasi e-WOM.
3) Identification. Dideskripsikan sebagai sense of belonging memiliki dampak paling besar terhadap intensitas konsumen dalam melakukan e-WOM. Pencarian status adalah motivasi penting untuk mendapatkan opini dan memberikan saran dan informasi di komunitas online. Dalam komunitas ini, individu bisa menemukan identitas baru mereka lebih dekat dengan apa yang mereka harapkan. Melalui komunitas ini, mereka termotivasi untuk berpartisipasi dalam membagikan saran dan informasi gratis.
4) Interpersonal Influences. Variabel ini muncul dalam interaksi sosial karena individu rentan terhadap pengaruh oranglain dalam berhubungan sosial. Dengan kata lain oranglain dalam memutuskan sesuatu biasanya dipengaruhi oleh seseorang yang berpengaruh dalam hidup mereka. Ada 2 faktor dalam hal ini, Informational Influences (pengaruh yang sifatnya informatif, ada respon yang tepat dan adaptif) dan Normative Influences (pengaruh yang sifatnya kabur, namun tujuannya meningkatkan penerimaan sosial).
Hasil riset ini menunjukkan bahwa para pengguna situs jejaring sosial di Indonesia cenderung melakukan e-WOM (menyebarkan informasi) karena adanya pengaruh Bonding Social Capital (ikatan sosial yang kuat), dan pada Interpersonal Influence (pengaruh interpersonal) baik pengaruh tersebut bersifat informatif (Informational Influence) maupun bersifat normatif (Normative Influence).