Study from Home, Mudah atau Susah?

#imerssaid

#globalbusinessmarketingbinus

#marketingisntallaboutselling

 

Karena pandemic covid-19 ini pemerintah membuat aturan untuk sekolah-sekolah diliburkan dan siswa/i belajar dari rumah atau study from home (WFH). Keharusan berada di rumah membuat anak-anak di sebagian daerah di Indonesia belajar dari rumah. Konsep belajar dari rumah namun belum sepenuhnya mudah dipraktikkan oleh murid atau guru.

Faktanya, beberapa orang tua siswa mengeluhkan tugas-tugas yang dibagikan guru kepada anak mereka secara online ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Menurut keluhan para orang tua, anak-anak justru menjadi stres karena mendapatkan berbagai tugas setiap hari dari gurunya.

“Kemungkinan besar, para guru memahami home learning adalah dengan memberikan tugas-tugas secara online, dan pengumpulannya pun online. Alhasil para siswa dan orang tua mengeluh,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam siaran pers. Retno menduga guru banyak yang gagal paham dengan maksud dari home learning.

Padahal, maksud belajar dari rumah sesungguhnya adalah memberikan aktivitas belajar rutin pada para siswa agar tetap terbiasa belajar dan menjaga keteraturan. Dengan keteraturan itu, diharapkan anak-anak ketika masuk sekolah kembali semangat belajarnya tidak padam dan materi pembelajaran tidak tertinggal. “Jadi ritmenya bisa diatur bukan malah membuat anak tertekan, perasaan tertekan dan kelelahan justru dapat berdampak pada penurunan imun pada tubuh anak,” kata Retno.

Namun fakta yang terjadi kata Retno, berdasarkan laporan, anak-anak mendapatkan banyak tugas yang harus dikerjakan di rumah. Karena semua guru bidang studi memberikan tugas yang butuh dikerjakan lebih dari 1 jam, akibatnya tugas makin menumpuk dan anak-anak jadi kelelahan.

KPAI menyayangkan Kemdikbud dan Dinas-dinas Pendidikan tidak melakukan edukasi terlebih dahulu kepada para guru dan sekolah ketika ada kebijakan belajar di rumah selama 14 hari. Kalau sudah ada persiapan kata Retno, semestinya tidak terjadi penumpukan tugas yang justru memberatkan anak-anak. “Tugas diberikan tidak secara berbarengan. Tetapi rumpun mata pelajaran bersepakatan menentukan hari pemberian tugas agar para siswa tidak kewalahan,” ungkapnya.

Para guru juga disarankan memberikan tugas tidak melulu dalam bentuk soal, namun bisa penugasan yang menyenangkan. Misalnya membaca novel tertentu atau buku cerita apa saja selama tiga hari, kemudian menuliskan resumenya. Model penugasan seperti itu kata Retno, dapat mengasah rasa ingin tahu anak-anak untuk mencari jawabannya. Guru, menurut Retno, harus kreatif dalam memberikan penugasan.

 

#marketingisntallaboutselling

#imarkethink

Baca juga: https://republika.co.id/berita/q7ds30328/belajar-dari-rumah-konsep-yang-ternyata-tak-mudah