Pandangan Falsafah terhadap Wabah Covid-19 di Indonesia
Oleh: Annetta Gunawan, SE, MM (Faculty Member of Global Business Marketing Program)
Beberapa bulan belakangan ini, dunia internasional ‘disibukkan’ dengan mewabahnya virus Covid-19, di mana diyakini penyebaran virus ini berawal dari salah satu pasar makanan laut di Kota Wuhan pada akhir tahun 2019 (https://sains.kompas.com, 2020). Menurut data real time dari The GISAID Global Initiative on Sharing All Influenza Data (by Johns Hopkins CSSE), setidaknya 69 negara terus berjuang melawan ancaman virus corona. Dari 69 negara tersebut, nama Indonesia masuk ke dalam negara yang terjangkit virus corona per 2 Maret 2020 (https://www.halodoc.com, 2020).
Kasus pertama dan kedua Covid-19 ditemukan pada tanggal 2 Maret 2020, di mana dua warga Indonesia dinyatakan positif terinfeksi virus Corona, yaitu seorang ibu berinisial MD (64) dan putrinya NT (31) yang berdomisili di Perum Studio Alam Indah A2/9, Depok, Jawa Barat (https://nasional.sindonews.com, 2020). Hingga tanggal 4 April 2020, yaitu dalam jangka waktu sebulan, jumlah pasien terinfeksi Covid-19 di Indonesia mencapai 2.092 kasus, jumlah pasien meninggal 191 kasus, dan jumlah yang sembuh 150 kasus (https://www.cnnindonesia.com, 2020).
Selama periode tersebut, baik di Indonesia maupun di dunia internasional, banyak bergulir informasi berupa hasil studi, opini dari para pakar, serta pernyataan dari World Health Organization (WHO) mengenai penyebab, cara penularan, upaya pencegahan penularan, hingga pengobatan dan vaksinasi virus Covid-19. Ketika suatu epidemi mewabah, maka hal ini lazim dilakukan. Sebagaimana dinyatakan WHO pada https://www.who.int bahwa “Epidemiology is the study of the distribution and determinants of health-related states or events (including disease), and the application of this study to the control of diseases and other health problems.” Sehingga dapat dikatakan bahwa, studi epidemiology mengenai virus ini memang urgent dibutuhkan agar dapat menjadi acuan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam mengambil tindakan preventif maupun korektif dengan tujuan memutus rantai penyebaran virus ini.
Namun, pada perkembangannya, terdapat informasi-informasi yang berasal dari hasil studi mengenai virus Covid-19 yang belum dapat diyakini sepenuhnya, karena saling bertentangan satu sama lain. Salah satunya dinyatakan oleh juru bicara ABC Medical Unit, “Ada banyak studi yang saling bertentangan di luar sana, tetapi umumnya, hampir semuanya fokus pada cuci tangan untuk penyedia layanan kesehatan untuk mencegah infeksi bedah” (https://cantik.tempo.co, 2020). Dalam kondisi mengancam seperti saat ini, secara natural manusia memunculkan sikap panik dan mudah mempercayai informasi apapun yang diterimanya.
Kesimpangsiuran informasi juga terjadi pada asal-usul virus ini, yang dikait-kaitkan dengan isu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina. Salah satunya, belakangan terdapat rumor yang beredar bahwa perang dagang China dengan Amerika Serikat (AS) berada dibalik isu merebaknya virus Corona (https://independensi.com, 2020). Sebagai dua negara yang diusung menjadi negara super power, hubungan kedua negara ini memang panas, begitu juga ketika wabah Covid-19 ini meluas di dunia internasional, di mana menurut https://www.cnbcindonesia.com (2020), AS dan Cina saling menuding bahwa negara lawannya merupakan negara asal pembawa virus ini.
Terlepas dari berbagai isu dan rumor yang berkembang, wabah ini tetap perlu segera untuk ditanggulangi agar tidak semakin berkepanjangan dampaknya kepada berbagai aspek. Terkait dengan itu, menarik untuk dilihat bagaimana respon pemerintah, masyarakat, maupun swasta dalam menghadapi wabah ini di Indonesia, karena Indonesia memiliki karakteristik yang unik serta kompleks, yang membuat penanganan terhadap virus ini tidak se-simple seperti di negara lain.
Respon Pemerintah dan Masyarakat
Usaha untuk mengatasi penyebaran wabah Covid-19 terdiri dari 2 cara, di mana beberapa negara mengambil langkah untuk melakukan lockdown, namun beberapa negara lain tidak melakukannya. Korea Selatan dan Singapura berhasil melandaikan kurva penyebaran Covid-19 tanpa melakukan lockdown. Menurut laporan The New York Times, Korea Selatan melakukan setidaknya empat langkah untuk melandaikan kurva penyebaran. Pertama, pemerintah cepat mengintervensi sebelum terjadi lonjakan kasus. Kedua, mengadakan penapisan massal dengan cepat. Langkah ketiga, melacak sebaran kasus menggunakan perangkat teknologi dan segera mengisolasi pasien baru. Terakhir, pemerintah bersikap transparan memberikan informasi riwayat kontak dan perjalanan pasien terinfeksi virus corona ke publik. (https://kumparan.com, 2020)
Dari pilihan yang ada, pemerintah Indonesia tidak mengambil lockdown sebagai solusi. Kendati didorong oleh berbagai pihak untuk melakukan lockdown, namun Presiden Joko Widodo tetap teguh pada keputusannya untuk menetapkan pembatasan sosial berskala besar sebagai usaha memutus rantai penularan Covid-19. Dari https://www.halodoc.com (2020), diketahui bahwa menurut Presiden Jokowi, kini pemerintah telah menyiapkan lebih dari 100 rumah sakit dengan ruang isolasi untuk menangani COVID-19. Di samping itu, pemerintah Indonesia juga memiliki peralatan medis yang memadai sesuai standar internasional. Selain tim medis, juga dibentuk tim lain untuk mengatasi virus corona Wuhan. Tim ini merupakan gabungan dari TNI-Polri serta sipil untuk melakukan penanganan di lapangan. Singkat kata, pemerintah siap dan menjamin ketersedian anggaran mengatasi serangan virus corona. Mulai dari pengobatan, penanganan, dan pencegahannya agar tak menyebar.
Kebijakan pembatasan sosial berskala besar ini tentunya berkaitan dengan aspek pergaulan nasional, di mana Indonesia dikenal dengan budaya kolektif yang membuat ‘kumpul-kumpul’ menjadi kebiasaan sehari-hari yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Indonesia. Budaya yang merupakan kearifan lokal ini pun menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat Indonesia, karena harus menahan diri untuk mengisolasi diri di rumah secara individual. Hal ini pun tidak jarang menjadi kendala bagi pemerintah untuk mengimplentasikan kebijakan pembatasan sosial, karena masih banyak warga yang melakukan ‘kumpul-kumpul’ di tengah situasi genting saat ini walaupun tidak ada kepentingan mendesak.
Meskipun begitu, budaya kearifan lokal Indonesia lainnya justru menjadi penolong pada masa bencana nasional ini, yaitu budaya gotong royong. Dengan kondisi terbatasnya kapasitas rumah sakit, tenaga medis, fasilitas dan obat-obatan, serta Alat Perlindungan Diri (APD) bagi tenaga medis, menggerakkan hati rakyat Indonesia untuk bersatu padu dalam membantu pemerintah mengatasi segala keterbatasan yang ada melalui berbagai gerakan donasi dan gerakan suka rela. Justru dalam kondisi seperti ini, jati diri bangsa Indonesia semakin diperkuat untuk kembali kepada kearifan lokal yang ada.
Selain pembatasan sosial berskala besar di komunitas masyarakat, ada sisi lain yang mungkin kurang menjadi perhatian bagi masyarakat umum, yaitu kerumunan di lapas-lapas dan rutan-rutan yang over capacity. Untuk mengatasi hal ini, Kemenkumham tengah menggalakkan program asimilasi dan integrasi guna mengantisipasi penularan virus Covid-19, dan menargetkan sekitar 30.000 hingga 35.000 Narapidana dan Anak dapat keluar dan bebas melalui program asimilasi dan integrasi (https://www.cnnindonesia.com, 2020). Program asimilasi narapidana ini sekali lagi menunjukkan concern pemerintah terhadap keselamatan nyawa warga yang diletakkan di atas segalanya.
Dampak bagi Tatanan Sosial-Ekonomi-Kesehatan dan Agama
Wabah Covid-19 dan kebijakan yang diambil untuk mengatasinya pun membawa dampak bagi berbagai aspek, termasuk tatanan sosial-ekonomi-kesehatan. Dari sisi sosial, ekosistem justru memperoleh dampak positifnya. Dicatat pada https://www.kompas.com (2020), tingkat polusi di beberapa kota dunia menunjukkan penurunan cukup drastis akibat merebaknya virus Covid-19. Ditambahkan pula pada https://nationalgeographic.grid.id (2020), Jos Lelieveld, ahli fisika dari Cyprus Institute, mengatakan bahwa “Polusi udara dapat membunuh manusia, mengalahkan penyakit malaria dan HIV/AIDS, alkohol, rokok, hingga narkoba”. Dua bulan dengan polusi rendah, menurut Marshall Burke, ekonom sumber daya lingkungan dari Stanford University, dapat menyelamatkan nyawa 4.000 anak-anak berusia lima tahun dan 73.000 orang berumur di atas 70 tahun di Tiongkok. Jumlah ini secara signifikan melebihi angka kematian yang disebabkan oleh virus Covid-19. Fakta ini menggugah logika kita sebagai manusia, bahwa memang apa yang terjadi di dunia ini sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, sehingga selalu ada sisi positif bahkan dari bencana sekalipun.
Sedangkan, dari aspek ekonomi, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INdef), Tauhid Ahmad, menyebutkan bahwa kerugian ekonomi global akibat pandemi virus Corona tak ternilai. Bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan dampak perang dagang Amerika Serikat dengan Cina. Tauhid menilai bahwa tanpa diduga ternyata virus Corona justru membawa dampak yang jauh lebih parah bagi kondisi ekonomi global. Karena penyebaran virus asal Cina ini sangat cepat hingga antar benua, sehingga menggangu kegiatan ekonomi diberbagai negara. (https://www.liputan6.com, 2020) Hal ini tentunya juga berdampak bagi baik pelaku bisnis maupun kaum minor. Sehingga diperlukan campur tangan pemerintah dalam mengatasi dampak ini. Hingga saat ini pun, beberapa bisnis tetap berjalan seperti biasa karena tidak dapat menjalankan kebijakan pemerintah mengenai pembatasan sosial, demi kelangsungan hidup perusahaan beserta seluruh karyawannya. Di lain sisi, juga sudah ada beberapa perusahaan yang mulai melakukan pemutusan hubungan kerja akibat tidak kuat menanggung biaya di tengah lesunya ekonomi saat ini. Sedangkan, kaum minor dan mereka yang bekerja secara informal juga merasakan dampaknya berupa menurunnya pendapatan atau bahkan tidak ada pemasukan sama sekali.
Dari aspek kesehatan, ada sisi positif pula yang dapat diambil dari wabah Covid-19, di mana saat ini orang-orang menjadi lebih sadar kesehatan dengan menjaga pola hidup serta kebersihan. Bahkan kampanye cuci tangan yang dari sejak dulu sudah digaungkan di Indonesia, baru terlihat betul-betul dipraktekan secara massal oleh masyarakat untuk mencegah penyebaran virus.
Sisi lain juga terkenda dampak, yaitu keagamaan, di mana kebijakan pembatasan sosial berskala besar ini juga membuat acara-acara keagamaan termasuk ibadah juga harus ditiadakan atau diadakan secara online streaming. Ini tentunya tidak dapat langsung diterima oleh semua pihak, terutama pemimpin-pemimpin agama yang memiliki idealisme dan keyakinan dalam agamanya. Namun, seiring berjalannya waktu, semua pihak memang harus mengikuti himbauan pemerintah untuk beribadah di rumah, demi keselamatan nyawa manusia di atas kepentingan apapun.
Upaya Mitigasi Risiko Pasca Wabah Covid-19
Pertanyaannya adalah, ketika wabah Covid-19 ini telah berakhir dan menyisakan dampak pada berbagai aspek, bahkan mulai dari saat ini sudah terasa dampaknya di beberapa aspek, tindakan apa yang perlu diambil pemerintah dan seluruh pihak terkait untuk bisa bangkit kembali? Diperlukan risk mitigation terutama untuk mengatasi dampak Covid-19 terhadap perekonomian bangsa, salah satunya melalui social safety net, terutama untuk memproteksi kaum minor dan juga badan-badan usaha penggerak roda ekonomi bangsa. Dalam hal ini, pemerintah sudah mengeluarkan 11 poin penting kebijakan, yang berisi dukungan terhadap kesehatan, insentif bulanan tenaga medis, perlindungan sosial, tarif listrik, menaikkan anggaran kartu prakerja, pemulihan ekonomi, antisipasi deficit APBN, nasabah KUR diberikan keringanan angsuran, bidang non-fiskal, refokusing dan relokasi belanja, serta menyiapkan Perpu (https://ekonomi.bisnis.com, 2020).
Kesimpulan
Pada akhirnya, wabah Covid-19 ini memang terjadi dan membawa banyak sekali dampak yang menggurita ke berbagai aspek kehidupan, bahkan mungkin setelah semuanya selesai akan menyisakan banyak pekerjaan rumah (PR) untuk kita semua, terutama pemerintah dan pelaku bisnis. Tentu saja, risk mitigation sangat krusial saat ini untuk dilakukan melalui berbagai kebijakan dan aturan. Namun semua itu tidak akan berhasil bila tidak didukung oleh kesatuan hari dari seluruh rakyat Indonesia untuk bisa mewujudkan usaha bangsa untuk pulih dari wabah ini, seperti semboyan negara kita: Bhinneka Tunggal Ika. Dan terlepas dari semua dampak negatif yang ada, sejatinya selalu ada hikmah dari setiap kejadian di dunia ini karena tidak terlepas dari kedaulatan Yang Maha Kuasa.
Referensi:
https://www.halodoc.com/kronologi-lengkap-virus-corona-masuk-indonesia
https://www.who.int/topics/epidemiology/en/
https://independensi.com/2020/02/03/diduga-perang-dagang-as-china-dibalik-merebaknya-corona/