Industri Ritel di Indonesia
Oleh: Sara Tanya Mirah (Student of Global Business Marketing)
Nilai penjualan bisnis ritel di Indonesia pada tahun 2016 ada di angka US$ 350 miliar. Dengan populasi 250 juta jiwa dan wilayah yang sangat begitu luas, Indonesia itu menjadi pasar potensial bagi industri ritel, baik dari sisi investasi ataupun konsumsi. Namun karena terlalu rumitnya peraturan yang ada, kurang kompetitifnya tarif pajak, dan masih banyak hambatan lainnya, ini membuat para investor ‘malas’ untuk menanamkan modalnya di negara kita, Indonesia. Menurut World Bank, Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs, jika dilihat dari kemudahan dalam mendirikan usaha dan menjalankan usaha di Indonesia, negara kita ada di urutan ke 72, jauh dibawah Singapura yang ada di urutan ke 2, Malaysia du urutan ke 24, Thailand di urutan ke 26, dan Brunei Darussalam di urutan ke 56. Jadi tidak heran kalau sekarang pemerintah Indonesia, masa kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo, menerapkan berbagai macam kebijakan supaya mendorong investor internasional menanamkan modalnya di Indonesia dengan berbagai macam cara. Gimana yaa kira kira caranya Bapak Presiden Joko Widodo dalam mendorong masuknya investasi internasional? Yuk kita simak!
Bapak Presiden Joko Widodo menerapkan beberapa kebijakan, dimulai dari penyederhanaan peraturan, pembangunan infrastruktur antar provinsi-antar pulau, perbaikan sarana transportasi umum, pembangkitan tenaga listrik di daerah-daerah terpencil serta kebijakan strategis lainnya.
Selain itu, pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo juga menggalakkan konsep e-commerce sebagai salah satu motor dalam meningkatkan aktivitas perekonomian nasional, dan juga mendukung entrepreneur muda dalam mengembangkan usaha nya yang berbasis kreativitas (AT Kearney, The 2017 Global Retail Development Index: The Age of Focus). Studi juga mengatakan bahwa rata rata seseorang melihat perangkat mobile nya kurang lebih selama 85 kali dalam sehar dan seseorang juga menghabiskan sekitar 5 jam dalam mengakses internet atau mobile apps. Yang lebih menarik lagi, kegiatan belanja online itu bukan hanya sekedar aktivitas dalam memenuhi kebutuhan atau keinginan, tapi juga menjadi sebuah pengalaman dan petualangan yang dianggap seru dan menyenangkah di mata konsumen. Melihat dari hal ini, pelaku industri ritel dituntut untuk selalu menciptakan value bagi pada pelanggannya, dan mampu menjaga value tersebut dalam jangka Panjang. Value yang dimaksud ini meliputi pemenuhan hak konsumen, baik terkait dengan kualitas produk yang ditawarkan, harga produk, serta layanan lainnya yang ditawarkan oleh industri ritel. Jika dirangkum secara sederhana, ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan industri ritel agar bisa bersaing di era digitalisasi yang akan dijelaskan dibawah ini.
Yang pertama yaitu perkembangan teknologi. Semakin berkembang nya teknologi di Indonesia dan dunia, hal ini telah mengubah perilaku dan pengalaman konsumen dalam berbelanja.
Yang kedua, model online shopping memanfaatkan perangkat teknologi seperti smartphones, tablet, dan laptop semakin berkembang pesat. Hal ini juga didukung oleh cepatnya akses internet dan tersedianya mobile application yang memudahkan konsumen mengakses situs penjualan online.
Yang ketiga, konsumen bahkan bisa membandingkan produk yang ingin dibeli (dari segi harga ataupun kualitas) dengan tetap berada didepan perangkat teknologi mereka; dengan demikian menghasilkan efisiensi waktu dan biaya.
Yang kelima, pengalaman berbelanja di satu situs online jadi rujukan untuk konsumen dalam memilih tempat belanja favoritnya. Ini sekaligus menjadi tantangan bagi industri ritel untuk selalu memberikan layanan terbaik kepada pelanggannya. Jika tidak bisa memuaskan pelanggannya, pasti customer akan lari ke ritel lainnya yang bisa statisfy their needs.
Last but not least, pelaku industri ritel mesti pandai-pandai menarik minat konsumen, baik melalui tampilan situs (user interface) yang menarik dan mudah diakses, pengenaan harga produk yang kompetitif, layanan keluhan dan purna jual, serta penghargaan kepada konsumen loyal.
Jadi itu adalah beberapa catatan tentang bagaimana era digitalisasi mengubah tren, termasuk dalam kegiatan berbelanja, dan cuman lewat kemampuan beradaptasi ini lah industri ritel akan tetap punya tempat di hati konsumen nya.