Penerapan sistem Merit dikaitkan dengan penilaian kinerja/unjuk kerja (Prestasi Kerja) tahunan karyawan/pekerja. Biasanya perusahaan membuat klasifikasi dalam prestasi kerja dalam A : Istimewa, B : Baik, C : Cukup/Rata-rata, D : Kurang dan E : Buruk. Besaran angka-angka kenaikan upah/gaji kemudian ditetapkan misalnya; 8% untuk yang A, 6% untuk yang B, 4% untuk yang C, 2% untuk yang D dan 0% untuk yang E. Untuk mengatur pembagiannya agar dirasa adil dan sesuai dengan anggaran yang tersedia biasanya perusahaan menggunakan apa yang dikenal dengan kurva  “Distribusi Normal”.

Bila menggunakan kurva tersebut maka perusahaan akan menetapkan bahwa maksimum jumlah karyawan untuk tiap klasifikasi. Misalnya A %, B 15%, C 60%, D 15%, dan E 5%.Dengan asumsi bahwa distribusinya demikian maka ditetapkan anggaran untuk Merit pertahun sebesar 4 sampai 6% dari biaya gaji/upah total. Agar dampak psikologisnya tidak terlalu terasa, biasanya perusahaan mensinkronkan (menyatukan) waktu pemberian Kenaikan Upah Umum dengan Kenaikan Upah Merit.

PERMASALAHAN TERKAIT SISTEM MERIT

Sejak pertengahan tahun 90an sebelum terjadinya krisis moneter yang melanda hampir seluruh Negara di dunia, penerapan sistem merit dalam bentuk kenaikan gaji/upah perorangan mulai menuai banyak kritikan. Para pakar MSDM di berbagai negara industri maju justru menyerukan agar sistem tersebut ditinggalkan. Penerapan sistem Merit yang medapat kritikan keras adalah dalam hal pemberian penghargaan untuk prestasi (unjuk) kerja dalam bentuk kenaikan gaji/upah. Kelemahan dan hal-hal yang dianyatakan sebagai kerugian karena menggunakan konsep Merit adalah dibawah ini.

  1. a) “Ganjaran” Dalam Bentuk Kenaikan Gaji Akan Melekat Terus Selama Pegawai Masih Bekerja  dan Tidak Bisa Ditarik Kembali.   Adalah tidak mungkin secara hukum selain akan menimbulkan reaksi sangat keras dari karyawan bila kenikan gaji yang sudah diberikan setahun lalu kemudian tahun berikutnya ditarik kembali, dalam arti gaji karyawan tersebut diturunkan kembali dengan alsan misalnya prestasi yang bersangkutan ternyata tahun berjalan ini turun. Karena dasar pemberiannya adalah unjuk kerja tahun yang sudah lewat maka tidak ada jaminan bahwa pegawai yang tahun lalu mendapat kenaikan gaji merit karena unjuk kerjanya  dianggap bagus bahwa tahun ini ia atau mereka akan kembali ber-unjuk kerja bagus.
  2. b) Dalam Jangka Panjang Berdampak Besar Pada Biaya Remunerasi Total. Sistem Merit telah mengakibatkan terjadi kenaikan beban remunerasi yang sangat berat bagi pemberi kerja dalam jagka panjang karena terjadinya kenaikan gaji yang terus menerus dan bersifat kumulatif (compounded). Dibawah ini adalah  sebuah tabel yang berisi perbandingan dampak pada beban biaya upah/gaji dari penerapan sistem kenaikan gaji/upah berbentuk kenaikan gaji dibandingkan dengan pemberian ganjaran untuk unjuk kerja baik berbentuk pembayaran sekaligus (lump sum). Dengan disadarinya kelemahan-kelemahan tersebut maka semakin banyak perusahaan internasional yang telah meghentikan pemberian kenaikan gaji sebagai “ganjaran: untuk kinerja. Mereka cenderung memberikannya dalam bentuk bonus tahunan tunai, atau bentuk lain yang lebih bersifat variabel *besarannya berubah ubah tetapi tetap berbentuk tunai. Ganjaran lain yang mereka berikan adalah dalam bentuk pemberian saham perusahaan sehingga karyawan merasa turut memiliki dan bisa mendapatkan deviden dan mendapat keuntungan dari penjualan saham mereka saat nilainya sedang sangat tinggi.

Referensi :

https://achmadruky.com/314/sistem-merit-untuk-menghadiahi-unjuk-kerja-bagus-masih-tepatkah/

http://www.dianparamita.com/blog/sistem-merit

https://lektur.id/arti-sistem-merit/

https://shelmi.wordpress.com/2009/05/12/konsep-merit-pay-dan-penilaian-kinerja/

https://antikorupsi.org/id/news/sistem-merit-dalam-pemerintahan