Pencipataan Nilai Bersama Pelanggan (Customer Co-Creations Value)

Oleh: Alex Maulana M., SE, MM (Faculty Member of International Marketing)

Co-creation telah menjadi istilah yang banyak digunakan untuk menggambarkan pergeseran pemikiran dari organisasi sebagai penentu nilai ke proses yang lebih partisipatif di mana orang dan organisasi bersama-sama menghasilkan dan mengembangkan makna. Dalam bisnis, hal ini untuk menginformasikan pendekatan untuk wawasan, pengembangan dan pemasaran produk dan layanan baru. Namun, banyak penelitian di lapangan telah dilakukan dengan konsumen dan pemasar daripada kelompok pemangku kepentingan lainnya (Hatch dan Schultz, 2010). Demikian pula banyak peneliti dan penulis telah berfokus pada perspektif manajerial yang menekankan peluang organisasi untuk mengkooptasi kompetensi pelanggan (Prahalad dan Ramaswamy, 2000).

Kaitannya dengan teori SDL, Vargo dan Lusch (2004, 2008) memandang pelanggan sebagai bagaian dari produsen (co-produsen), tetapi kemudian mengubah pandangan ini menjadi pelanggan sebagai penciptaan nilai bersama (co-creation value). Secara bertahap, masalah penciptaan nilai telah menjadi isu sentral dalam diskusi apakah layanan sebagai perspektif atau logika dapat menawarkan pemasaran sesuatu yang baru. Diskusi tentang logika layanan telah disibukkan dengan apa yang dilakukan layanan untuk pelanggan, dan kesimpulan untuk manajemen pemasaran telah diambil dari perspektif ini. Namun, layanan sebagai logika lebih rumit daripada yang disiratkan oleh pandangan ini. Setidaknya ada dua aspek, yaitu logika konsumsi dan logika penyediaan layanan. Kedua aspek logika layanan ini, tentu saja, saling terkait dan bergantung satu sama lain. Lebih jauh, logika penyedia harus diarahkan pada logika pelanggan.

Dari kutipan hampir 30 tahun ini, esensi dari logika layanan untuk pelanggan dan penyedia, masing-masing, dapat diturunkan dan diringkas dengan cara berikut:

  1. Ketika menggunakan sumber daya yang disediakan oleh perusahaan bersama dengan sumber daya lain dan menerapkan keterampilan yang dimiliki oleh pelanggan, pelanggan menciptakan nilai bagi diri mereka sendiri dalam praktik sehari-hari mereka (logika layanan pelanggan).
  2. Ketika membuat kontak interaktif dengan pelanggan selama mereka menggunakan barang dan jasa, perusahaan mengembangkan peluang untuk menciptakan nilai bersama dengan mereka dan untuk mereka (logika layanan penyedia)

Layanan adalah proses pendukung nilai, sedangkan barang adalah sumber daya pendukung nilai (Gro¨nroos, 2006). Layanan sebagai logika bisnis berarti memfasilitasi proses interaktif yang mendukung penciptaan nilai pelanggan dalam praktik sehari-hari mereka. Pemasok terlibat langsung dengan praktik pelanggan, praktik semacam itu adalah apa yang pelanggan lakukan. Mengadopsi perspektif yang berpusat pada layanan bukanlah masalah menambah bobot pada aspek layanan dari suatu logika agar menjadi dominan layanan.