Dalam 10 tahun terakhir, penggunaan influencer telah menjad metode pemasaran utama bagi banyak bisnis. Hal ini dilakukan agar pelanggan bisa berbondong-bondong membeli sebuah produk.

Namun, akhir-akhir ini, sebuah tren terbaru bernama deinfluencing muncul. Tren ini mulai mengubah cara konsumen memandang rekomendasi produk. Apa itu deinfluencing dan apakah fenomena ini bahaya untuk bisnis kamu? Bagaimana bisnis kamu menyikapinya?

Mengenal Fenomena Deinfluencing

Deinfluencing adalah kebalikan dari fenomena influencers atau influencing. Alih-alih mendorong pembelian, influencers yang melakukan deinfluencing justru menganjurkan orang untuk tidak membeli produk tertentu yang dianggap tidak bermanfaat, overpriced, hingga kurang sesuai dengan kebutuhan.

Yang jadi menarik, fenomena ini justru mendapatkan momentum dan mulai populer. Beberapa alasan mengemuka: Ketidakpastian kondisi ekonomi, keinginan yang mendesak dari konsumen akan transparansi produk, hingga kelelahan konsumen akan terlalu ramainya pilihan produk yang tersedia di pasar.

Seberapa Berdampak Tren Deinfluencing?

1. Penurunan Penjualan

Deinfluencing akan sangat berdampak terhadap brand yang menjual produk dengan menggunakan influencer secara intens, terlebih lagi bila influencer tersebut dianggap kurang sesuai dan relevan dengan produk yang brand tersebut jual. Di sisi lain, produk yang dianggap overpriced dan kurang bermanfaat akan mulai dipinggirkan.

Influencer Mempromosikan Produk Secara LiveSumber: Freepik

2. Perubahan Kepercayaan Konsumen

Konsumen perlahan mulai lebih percaya kepada ulasan konsumen lain yang dirasa lebih jujur dan tidak dibuat-buat. Mereka kini lebih fokus mencari referensi kepada komunitas atau sesama pembeli dibandingkan influencer yang terkadang tidak relevan dengan produk yang dipromosikan.

Bagaimana Bisnis Kamu Bisa Menghadapi Deinfluencing?

1. Fokus pada Nilai Produk

Karena konsumen mulai mengutamakan fungsi dan manfaat, maka kamu harus fokus highlight apa yang bisa produk kamu berikan kepada mereka. Produk yang hanya sekadar keren-kerenan atau gimmick saja mulai akan diabaikan oleh pasar.

2. Jadilah Transparan

Konsumen mulai mencari kejujuran dari sebuah brand. Maka dari itu, kamu harus pastikan benar-benar transparan tentang produk kamu, mulai dari proses pembuatannya, bahan-bahan yang digunakan, sampai dengan nilai dan fungsinya dan tidak overclaiming.

3. Terbuka terhadap Kritik & Saran

Bila produk kamu terdampak deinfluencing, kamu harus bisa menerima segala kritik dan masukan secara lapang dada dan dengarkan apa yang konsumen butuhkan. Lalu, bergeraklah cepat untuk memperbaiki produk tersebut sesuai apa yang disarankan oleh konsumen.

Kesimpulan

Meski terasa kurang sedap, deinfluencing sejatinya bukanlah ancaman bagi bisnis. Justru, tren ini adalah momen emas bagi sebuah bisnis untuk membangun hubungan yang lebih autentik dengan konsumen. Dengan mulai meningkatkan transparansi, penguatan nilai produk, dan mendengarkan pelanggan, bisnis kamu dijamin bisa menghadapi fenomena ini dengan mudah dan terus berkembang.

Jadi, apa bisnis sudah siap menghadapi tren ini?